JAKARTA. Bank Indonesia mendorong agar payung hukum untuk Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) dapat segera meluncur. Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo mengungkapkan, beleid ini diperlukan sebagai dasar pencegahan dan penanganan krisis. Penguatan payung hukum ini diperlukan sebagai bentuk prioritas untuk mengarahkan pengembangan instrumen makroprudensial, sinergi dan kolaborasi dengan institusi terkait. Sebab, kata Agus, dalam upaya mengawal stabilitas ekonomi makro, tidak dapat dilepaskan dari upaya menjaga sistem keuangan.
Dalam kaitan ini, kebijakan makroprudensial sangat penting untuk mengisi ruang yang tidak terjangkau oleh kebijakan moneter, terutama ketika menyangkut risiko ketidakseimbangan finansial. "Untuk itu, kami akan meningkatkan kapabilitas untuk mencegah dan memitigasi risiko-risiko utama yang berpotensi sistemik dan menimbulkan ketidakseimbangan finansial tersebut," kata Agus dalam acara Sambutan Akhir Tahun Gubernur Bank Indonesia dan Pertemuan Tahunan Perbankan 2014 di JCC, Jakarta, Kamis (20/11). Karena itu, kata Agus, kerangka kebijakan makroprudensial akan diperkuat untuk menopang perumusan kebijakan, pengaturan dan pengawasannya. Upaya penguatan tersebut, akan dilakukan dengan berpedoman pada standar internasional, inisiatif reformasi keuangan global dan best practices yang diselaraskan dengan kondisi domestik.
Lebih lanjut Agus menambahkan, untuk mengidentifikasi risiko sistemik yang diharapi lembaga keuangan, bank sentral akan melaksanakan surveillance dan pemeriksaan langsung pada systemically important banks dan lembaga lain yang terkait dengan bank. Sementara itu, untuk mencegah ketidakseimbangan finansial, Bank Indonesia akan menerapkan aturan komponen permodalan yang dikaitkan dengan siklus keuangan alias countercyclical capital buffer. Instrumen makroprudensial untuk mengendalikan likuiditas dan pertumbuhan kredit juga akan terus dioptimalkan melalui penyempurnaan ketentuan Giro Wajib Minimum (GWM) yang berbasis loan to deposit ratio. "Sejalan dengan itu, penyempurnaan juga dilakukan pada instrumen makroprudensial lainnya seperti loan to value ratio dan suku bunga dasar kredit," ucap Agus. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Hendra Gunawan