JAKARTA. Bank Indonesia (BI) mendukung tetap digunakannya kerangka kerjasama multilateral untuk mengatasi berbagai permasalahan ekonomi dan keuangan global dewasa ini. Sebab, kerangka kerjasama multilateral diperlukan untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi. Gubernur BI Agus martowardojo mengatakan, proyeksi pertumbuhan dunia tahun ini dan tahun depan mengalami perbaikan yang ditopang oleh kinerja ekonomi yang membaik di sejumlah negara maju dan emerging. Hal itu menandakan adanya momentum positif pemulihan perekonomian dunia, setelah pada tahun-tahun sebelumnya proyeksi pertumbuhan justru beberapa kali dikoreksi ke bawah. Namun, perekonomian dunia ke depan masih diliputi kerentanan yang tinggi, ketidakpastian politik, dan kondisi keuangan global yang lebih ketat serta pertumbuhan produktivitas yang rendah. Sementara negara-negara emerging seperti Indonesia, yang menjadi motor utama pemulihan ekonomi global masih dihadapkan pada risiko eksternal terkait kondisi keuangan global yang lebih ketat serta tren kebijakan di negara maju yang berorientasi ke dalam, termasuk dalam bentuk proteksionisme perdagangan.
BI dukung kerja sama multilateral ekonomi
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) mendukung tetap digunakannya kerangka kerjasama multilateral untuk mengatasi berbagai permasalahan ekonomi dan keuangan global dewasa ini. Sebab, kerangka kerjasama multilateral diperlukan untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi. Gubernur BI Agus martowardojo mengatakan, proyeksi pertumbuhan dunia tahun ini dan tahun depan mengalami perbaikan yang ditopang oleh kinerja ekonomi yang membaik di sejumlah negara maju dan emerging. Hal itu menandakan adanya momentum positif pemulihan perekonomian dunia, setelah pada tahun-tahun sebelumnya proyeksi pertumbuhan justru beberapa kali dikoreksi ke bawah. Namun, perekonomian dunia ke depan masih diliputi kerentanan yang tinggi, ketidakpastian politik, dan kondisi keuangan global yang lebih ketat serta pertumbuhan produktivitas yang rendah. Sementara negara-negara emerging seperti Indonesia, yang menjadi motor utama pemulihan ekonomi global masih dihadapkan pada risiko eksternal terkait kondisi keuangan global yang lebih ketat serta tren kebijakan di negara maju yang berorientasi ke dalam, termasuk dalam bentuk proteksionisme perdagangan.