BI: Efek kenaikan The Fed rate kecil



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Usai menaikkan suku bunga acuannya di Maret dan Juli lalu menjadi 1%-1,25%, Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) kembali akan menaikkan bunga acuannya di Desember mendatang. Namun, Bank Indonesia (BI) melihat dampaknya terhadap ekonomi Indonesia relatif kecil.

Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Dody Budi Waluyo mengatakan, kenaikan suku bunga The Fed nanti, sudah diperhitungkan oleh pelaku pasar sebagaimana dua kali kenaikan sebelumnya.

Sehingga lanjut Dody, dampaknya terhadap pelemahan nilai tukar negara emerging tidak besar. "Kalau toh ada pelemahan, maka BI akan tetap jaga agar pelemahan tersebut masih dalam batas sesuai dengan nilai fundamentalnya," kata Dody kepada Kontan.co.id, Jumat (10/11) lalu.


Dody juga mengatakan, risiko nilai tukar yang berasal dari tingginya ULN swasta relatif terjaga. Sebab pengutang alias debitur korporasi non bank wajib memenuhi ketentuan rasio lindung nilai (hedging) selain ketentuan rasio likuiditas dan minimal rating BB-.

BI mencatat, posisi ULN swasta hingga akhir Agustus 2017 mencapai US$ 165,6 miliar, naik 0,1% year on year (YoY) dan naik tipis dari akhir bulan sebelumnya yang sebesar US$ 165,49 miliar.

Direktur Eksekutif Departemen Statistik BI Yati Kurniati mengatakan, tingkat kepatuhan korporasi dalam memenuhi rasio hedging hingga kuartal kedua tahun ini cukup baik.

Jumlah korporasi yang memenuhi rasio hedging 0-3 bulan mencapai 89% dan yang memenuhi rasio hedging 3-6 bulan mencapai 94%."Nilai hedging 0-3 bulan US$ 4,8 miliar dan 3-6 US$ 1,5 miliar," kata Yati kepada Kontan.co.id.

Selain memenuhi rasio-rasio tersebut, debitur perbankan juga memiliki peraturan pinjaman luar negeri bank yang akan memitigasi risiko, termasuk risiko nilai tukar. Begitu juga untuk debitur BUMN yang harus mendapatkan persetujuan tim Pinjaman Komersial Luar Negeri (PKLN) dan beberapa kementerian.

"Dengan kondisi tersebut, maka sewajarnya utang luar negeri swasta yang terproteksi meski tinggi tersebut tidak akan memberi tekanan pada rupiah secara berlebihan," tambahnya.

Untuk diketahui, kenaikan bunga acuan The Fed di tahun ini pertama kali terjadi pada 15 Maret 2017 lalu. Di awal Maret, kurs rupiah berada di level Rp 13.364 per dollar AS berdasarkan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) dan melemah ke level Rp 13.375 per dollar AS. Namun kurs rupiah kembali menguat ke level Rp 13.321 per dollar AS di 31 Maret 2017.

Kenaikan bunga acuan The Fed kembali naik di 15 Juni 2017. Saat itu, kurs rupiah malah berada di level Rp 13.282 per dollar AS pada dan sedikit melemah ke level Rp 13.298 per dollar AS keesokan harinya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto