BATAM. Bank Indonesia menyatakan, perekonomian di Kota Batam Kepulauan Riau terus melambat sejak 2011. Penyebabnya, terjadi penurunan industri pengolahan, galangan kapal, dan ketergantungan pada produk impor. "Pelemahan ekonomi terjadi sejak 2011, akibat melemahnya sektor pengolahan," kata Kepala Bank Indonesia Kepri Gusti Raizal Eka Putra di Batam, Kamis (8/10). Menurut dia, industri pengolahan memegang peranan besar dalam perekonomian Batam secara keseluruhan, sehingga saat industri itu terganggu pengaruhnya nisbi luas.
Penurunan industri pengolahan dipengaruhi ekonomi global yang juga lesu, sejak beberapa tahun terakhir. Pelemahan ekonomi Batam yang terjadi empat tahun terakhir, juga dipengaruhi industri galangan kapal. Industri galangan kapal di Batam lesu sejak pemerintah menerapkan kebijakan yang melarang ekspor mineral dan batu bara mentah. Gusti menyatakan sebelum UU Minerba itu diberlakukan, galangan kapal di Batam banyak melayani pesanan kapal dan "tagboat" untuk membawa mineral dan batu bara ke luar negeri. Namun, sejak peraturan itu dilaksanakan, pesanan kapal dan tagboat turun drastis. "Dalam dua tahun terakhir order kapal menurun sejalan dengan UU minerba, peraturan itu cukup banyak berpengaruh industri," tuturnya. Penurunan perekonomian juga dipengaruhi ketergantungan industri pada bahan mentah impor, isu keamanan dan demo buruh. Akibat sangat tergantung pada bahan mentah yang didatangkan dari luar negeri, industri Batam menjadi rentan dan mudah terpengaruh kondisi ekonomi global. Sementara itu meski melambat, namun pertumbuhan ekonomi Batam masih di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional. Ia menyebutkan rata-rata pertumbuhan ekonomi Batam tiap tahun mencapai 6,6 persen, di atas nasional yang masih 5,8 persen.
Di regional Sumatera, Kepri sudah masuk menjadi provinsi kelas menengah, dengan PDRB terbesar ke lima. Di tempat yang sama, Anggota DPD RI dari Kepri, Haripinto mengatakan untuk menggesa pertumbuhan ekonomi maka industri di Batam harus berorientasi pada pengerjaan produk bernilai tambah, dan tidak hanya mengandalkan "buruh murah". "Jangan puas sebagai tempat memproduksi barang-barang dan buruh murah. Batam harus mampu meningkatkan produktivitas dan inovasi," kata dia. (Jannatun Naim) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia