BI: Ekspor Indonesia akan drop hingga 14%



JAKARTA. Bersiaplah untuk masa-masa sulit ekonomi yang lebih panjang. Bank Indonesia (BI) kembali merevisi laju ekspor Indonesia tahun ini. Jika sebelumnya bank sentral memproyeksikan pertumbuhan ekspor tahun ini akan terkontraksi alias drop 11%, kini BI memprediksi pertumbuhan ekspor tahun ini akan anjlok 14%. Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, berdasar pemantauan data terakhir dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulanan lalu, BI melihat kinerja ekspor akan mengalami kontraksi yang lebih dalam ke arah 14%. Ini berarti komoditas andalan ekspor Indonesia bakal tertekan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor pada 2014 tercatat sebesar US$ 176,29 miliar atau menurun 3,43% dibanding periode sama 2013. Apabila BI memperkirakan ekspor drop hingga 14%, berarti tahun ini kumulatif nilai ekspor Indonesia Januari-Desember 2015 hanya mencapai US$ 151,61 miliar. Salah satu penyebab memburuknya kinerja ekspor adalah turunnya pertumbuhan perekonomian China. BI perkirakan ekonomi China hanya tumbuh 7,1% di tahun ini. Alhasil, "Indonesia akan andalkan pertumbuhan pada investasi dalam negeri, konsumsi pemerintah dan masyarakat," ujarnya, Senin (22/6). Dengan minusnya kinerja ekspor ini, Mantan Menteri Keuangan ini menjelaskan, kontribusi ekspor terhadap pertumbuhan Indonesia tahun ini tidak akan besar. Pemerintah harus sigap mencari pasar baru dan menyiapkan ekspor dalam bentuk barang yang sudah diolah agar mempunyai nilai tambah. Kalau mengandalkan ekspor berbasis sumber daya alam mentah, maka pengaruh ekonomi global yang lesu akan sangat berpengaruh. Asal tahu saja, kinerja ekspor dalam lima bulan pertama 2015 turun 11,84% menjadi US$ 64,72 miliar.

Komponen ekspor dalam Produk Domestik Bruto (PDB) triwulan pertama 2015 drop hingga minus 0,53% dibandingkan tiga bulan pertama tahun lalu di mana ekspor bisa tumbuh 3,16%. Agus menekankan pentingnya realisasi belanja pemerintah pusat dan daerah- terutama untuk membangun infrastruktur - dalam mendorong ekonomi. "Kami lihat pertumbuhan semester dua betul-betul harus didorong dan andalan utamanya adalah pengeluaran APBN dan APBD," terangnya. Tidak hanya berpengaruh pada kinerja pertumbuhan ekonomi, ekspor yang loyo juga berdampak pada pundi-pundi cadangan devisa. Untungnya, ujar Agus, posisi cadangan devisa ke depan akan terbantu oleh pinjaman bilateral yang akan ditarik pemerintah. Posisi cadangan devisa yang pada akhir Mei 2015 tercatat US$ 110,77 miliar dianggap masih cukup dan aman untuk membayar utang dan impor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Mesti Sinaga