BI Endus Transfer Pricing Bunga Bank



JAKARTA. Bank Indonesia (BI) tidak mau main-main dalam mengawasi utang valuta asing perbankan. Buktinya, beberapa waktu lalu, BI sempat menolak izin berutang ke luar negeri yang diajukan oleh tiga bank.Deputi Direktur Direktorat Internasional BI Dian Ediana Rae menuturkan, ketiga bank tersebut mengajukan utang ke luar negeri dengan tingkat bunga yang tidak wajar. "Apalagi pinjaman tersebut kebanyakan bersifat kredit afiliasi," ungkapnya.Sayang, Dian enggan menyebut nama ketiga bank tersebut. Yang jelas, "Dua adalah bank menengah dan satu bank agak besar," ujarnya. Ketiga bank tersebut memiliki pemegang saham asing dengan nominal yang besar.Melihat ketidakwajaran tersebut, BI menengarai, adanya praktik transfer pricing dalam proposal pinjaman tersebut. Mekanismenya, ungkap Dian, perusahaan induk meminta anak perusahaannya di Indonesia meminjam valas ke induknya. Namun bunganya dipatok di atas harga pasar. "Bunga paling tinggi sekarang sekitar 11%. Nah, ketiga bank itu mengajukan bunga di atas angka itu," katanya. Lazimnya, tentu bank akan mengejar bunga kredit yang rendah agar bisa menikmati selisih dari bunga kredit yang akan disalurkan lagi. Namun, yang terjadi kali ini justru sebaliknya. Bank-bank itu mengajukan kredit dengan bunga kredit 15%, namun memberi pinjaman di sini dengan bunga sebesar 12%. "Ini berarti bank menanggung negative spread," kata Dian. Ia menambahkan, dari sisi pengelolaan bisnis saja, rencana itu tidak wajar karena melanggar prinsip manajemen risiko yang sehat. BI mencurigai, ini adalah modus baru dari bank di luar negeri untuk memetik profit dalam bentuk bunga.Selama ini, pemegang saham asing di sebuah bank hanya menerima pembagian laba dalam bentuk dividen. Bisa jadi, karena merasa kurang puas menikmati laba dari dividen, akhirnya bank di luar negeri itu mencari cara baru. Yaitu, meminta sang anak mengajukan utang berbunga tinggi. "Jangan lupa, komponen bunga termasuk komponen biaya. Jadi dihitung sebelum pajak," ujarnya.

Lokal akan rugi

Jika kecurigaan BI benar, tentu yang dirugikan adalah pemegang saham lokal. "Beban pinjaman yang tinggi itu, tetap masuk komponen cost of fund," kata Dian. Yang pasti, BI akan terus memasang mata untuk mengendus ketidakwajaran seperti itu. "Bila ada yang mengajukan pinjaman dengan bunga yang lebih tinggi daripada bunga di pasar, tentu hal tersebut tidak wajar. Dan kami pasti akan mempertanyakannya," kata Deputi Gubernur BI Hartadi A. Sarwono.Tahun ini, total pinjaman valas perbankan sebesar US$ 5 miliar, lebih sedikit dibandingkan tahun lalu yang senilai US$ 6 miliar. Sedangkan nilai outstanding utang korporasi sampai bulan ini sebesar US$ 60 miliar. Adapun nilai total utang valas yang jatuh tempo tahun nanti sebesar US$ 14 miliar.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: