BI genjot transaksi non tunai di pemerintahan



JAKARTA. Bank Indonesia (BI) terus mendorong Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT). Aksi terbaru, bank sentral membidik transaksi pemerintah untuk mengembangkan transaksi non tunai.

Ronald Waas, Deputi Gubernur BI mengatakan, pihaknya akan bekerjasama dengan 10 pemerintah daerah (pemda) dan 12 kementerian pada tahun 2015 ini. BI mengibaratkan pemda dan kementerian sebagai "merchant" alias tempat transaksi non tunai. Agar GNTT meluas, BI bakal menggenjot instrumen alat pembayaran menggunakan kartu (APMK). Di segmen ini, BI berhasrat mempopulerkan uang elektronik (e-money).

BI percaya diri bisa mengerek transaksi non tunai hingga mencapai 2,4% dari total produk domestik bruto (PDB) tahun 2016. Akhir tahun 2014 lalu, transaksi non tunai sekitar 1,8% terhadap PDB.


Khusus uang elektronik, volumeĀ  transaksinya tumbuh 87% menjadi 22,59 juta pada November 2014. Sementara, nominal transaksi uang elektronik tumbuh 14% menjadi Rp 274,63 miliar pada periode sama.

"Transaksi non tunai di pemerintahan akan memiliki efek kuat karena jumlah nilainya besar," ujar Ronald kepada KONTAN, Senin (2/2). Saat ini, Pemprov DKI Jakarta menjadi pilot project GNTT. Di Jakarta, e-money telah digunakan di sektor transportasi dan parkir.

Sejumlah pihak yang akan bekerjasama dengan BI diantaranya Pemda Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Riau, Sulawesi Selatan, Bali, Nusa Tenggara Timur, Maluku Utara, Sulawesi Utara, Papua, dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

"Kami akan ikut kerjasama dengan pemda lain," kata Santoso, Kepala Divisi Kartu Kredit Bank Central Asia (BCA). BCA sendiri telah bekerjasama dengan Bank Pembangunan Daerah (BPD) DKI Jakarta, Bank Jawa Timur dan Bank Yogyakarta di e-money. BCA membidik pertumbuhan e-money sebesar 20% tahun ini.

Per Desember 2014, BCA telah menerbitkan 6,4 juta kartu e-money BCA Flazz. Adapun volume transaksinya sebanyak 42 juta kali senilai total Rp 650 miliar per tahun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie