JAKARTA. Bank Indonesia (BI) tampak geram dengan rilis hasil uji tekanan atau stress test tentang perbankan Indonesia yang dipublikasikan oleh Dana Moneter Internasional alias International Monetary Fund (IMF).Kepala Biro Humas BI Difi A. Johansyah menuturkan, ada beberapa hal yang perlu diluruskan terkait hasil stress test tersebut agar tidak menimbulkan kesalahpahaman terhadap kondisi perbankan nasional. Salah satunya adalah penjelasan mengenai dasar asumsi yang menjadi landasan penilaian IMF. "Dalam diskusi penyusunan skenario awal dan metode stress test di level teknis antara BI dan IMF, BI sudah keberatan jika skenario yang dipilih IMF adalah kondisi ekstrem negatif," ujar Difi, Senin (20/9).Metode stress test dilakukan dengan asumsi kondisi ekonomi suatu negara mengalami krisis besar. "Besaran yang diambil adalah anjloknya ekonomi yang dikuantifikasi dengan angka GDP negatif, lalu anjloknya nilai tukar dan meroketnya harga minyak. Ini yang diskenariokan untuk menghitung kenaikan NPL yang terjadi yang bisa mengancam ketahanan bank," jelasnya.BI menilai, skenario anjloknya ekonomi yang diusulkan tim IMF tidak realistis dengan kondisi ekonomi Indonesia ke depan. Pemerintah dan BI, ujar Difi, tentu tidak akan tinggal diam kalau ekonomi sudah gawat, pasti akan mengambil langkah penyelamatan untuk mencegah kehancuran ekonomi. "Artinya, pemerintah dan BI pasti bertindak pre-emptive untuk mencegah skenario krisis tersebut terjadi," papar Difi.Keberatan BI dengan skenario yang dipilih IMF juga karena otoritas enggan hasil stress test tersebut disalahartikan oleh publik nantinya. Hasil stress test IMF tentang kondisi perbankan dengan skenario tersebut menghasilkan hasil yang cukup ekstrem juga. IMF menyebut, perbankan Indonesia terpampang risiko kredit bermasalah yang cukup besar. NPL perbankan bisa melesat ke angka 31,5% dengan skenario laju pertumbuhan ekonomi terkontraksi minus 5%.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
BI geram hasil stress test perbankan IMF
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) tampak geram dengan rilis hasil uji tekanan atau stress test tentang perbankan Indonesia yang dipublikasikan oleh Dana Moneter Internasional alias International Monetary Fund (IMF).Kepala Biro Humas BI Difi A. Johansyah menuturkan, ada beberapa hal yang perlu diluruskan terkait hasil stress test tersebut agar tidak menimbulkan kesalahpahaman terhadap kondisi perbankan nasional. Salah satunya adalah penjelasan mengenai dasar asumsi yang menjadi landasan penilaian IMF. "Dalam diskusi penyusunan skenario awal dan metode stress test di level teknis antara BI dan IMF, BI sudah keberatan jika skenario yang dipilih IMF adalah kondisi ekstrem negatif," ujar Difi, Senin (20/9).Metode stress test dilakukan dengan asumsi kondisi ekonomi suatu negara mengalami krisis besar. "Besaran yang diambil adalah anjloknya ekonomi yang dikuantifikasi dengan angka GDP negatif, lalu anjloknya nilai tukar dan meroketnya harga minyak. Ini yang diskenariokan untuk menghitung kenaikan NPL yang terjadi yang bisa mengancam ketahanan bank," jelasnya.BI menilai, skenario anjloknya ekonomi yang diusulkan tim IMF tidak realistis dengan kondisi ekonomi Indonesia ke depan. Pemerintah dan BI, ujar Difi, tentu tidak akan tinggal diam kalau ekonomi sudah gawat, pasti akan mengambil langkah penyelamatan untuk mencegah kehancuran ekonomi. "Artinya, pemerintah dan BI pasti bertindak pre-emptive untuk mencegah skenario krisis tersebut terjadi," papar Difi.Keberatan BI dengan skenario yang dipilih IMF juga karena otoritas enggan hasil stress test tersebut disalahartikan oleh publik nantinya. Hasil stress test IMF tentang kondisi perbankan dengan skenario tersebut menghasilkan hasil yang cukup ekstrem juga. IMF menyebut, perbankan Indonesia terpampang risiko kredit bermasalah yang cukup besar. NPL perbankan bisa melesat ke angka 31,5% dengan skenario laju pertumbuhan ekonomi terkontraksi minus 5%.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News