JAKARTA. Bank Indonesia (BI) mengeluarkan paket kebijakan untuk menstabilkan sistem keuangan, yang salah satunya mengatur kepemilikan di instrumen Sertifikat Bank Indonesia (SBI). BI juga mengeluarkan lima kebijakan lainnya. Tapi jangan berfikir BI akan melakukan capital control. Soal itu, BI sudah tegas-tegas menampiknya. Makanya, dengan alasan konsistensi rezim devisa bebas, dalam kebijakan SBI yang baru, BI hanya mengatur masa lock up alias penguncian kepemilikan di instrumen ini. Tidak hanya untuk asing tapi juga lokal. "Selama periode penguncian, pemilik asing maupun lokal tidak boleh melepas SBI-nya baik melalui outright (penjualan tanpa kewajiban membeli kembali) atau repurchase agreement (repo) ke pihak lain, kecuali repo ke BI," ujar Pjs. Gubernur BI Darmin Nasution, Rabu (16/6).
BI yakin lock up SBI bisa mengurangi kecepatan keluar masuknya aliran dana di SBI dan membuat spekulan mundur teratur. Momen keluarnya kebijakan lock up ini jelas Darmin juga tepat. Soalnya, per 11 Juni 2010, dana asing di SBI hanya Rp 33 triliun, susut dari posisi sebelumnya Rp 78 triliun. "Jadi, kalau spekulan mau masuk lagi, mereka harus berhitung risiko untuk waktu yang lebih lama. Tidak bisa beli pagi, jual sore," cetus dia. Deputi Gubernur BI Budi Mulya menambahkan, BI tidak bisa melarang asing membeli SBI karena tidak konsisten dengan rezim devisa bebas yang tertuang dalam UU No. 24/1999 tentang Lalu Lintas dan Sistem Nilai Tukar. Ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk Helmi Arman menilai BI berusaha menjauhkan kebijakan ini sebagai capital control. "Terlihat jelas upaya menghindari penargetan kebijakan hanya pada investor asing,” kata Helmi.