BI harus kembangkan pasar hedging dalam negeri



JAKARTA. Bank Indonesia (BI) akan membuat aturan utang luar negeri korporasi non eksportir. Aturan ini bakal mengatur liabilitas alias nilai utang dalam bentuk valuta asing (valas) dibanding aset dalam bentuk valas.

Kepala Ekonom Mandiri Destry Damayanti menilai banyaknya perusahaan swasta yang berutang ke luar negeri disebabkan kemampuan bank dalam negeri yang terbatas karena tingkat LDR (loan to deposit ratio) yang tinggi. Selain itu, bunga yang lebih rendah di luar negeri membuat korporasi banyak yang meminjam dari luar. Meski begitu dalam pandangan Destry, khusus utang yang bukan untuk tujuan ekspor patut diwaspadai. Karena itu, Bank Indonesia (BI) kata dia perlu melihat liabilitas utang valas perusahaan yang berutang tersebut dibanding aset valas yang dimiliki. Untuk itu kata dia, yang harus dipersiapkan BI adalah mengembangkan pasar hedging dalam negeri. Dan harus ada klausul dalam peraturan Bank Indonesia nantinya bahwa pinjaman luar negeri sudah harus dihedging berapa persen. "Apabila sudah di atas aturan BI (hedging) perlu ada pelonggaran rasio utang bagi perusahaan itu," ujar Destry kepada KONTAN, Jumat (5/9). Kepala Ekonom BII Juniman sendiri menambahkan, liabilitas dalam bentuk valas seharusnya maksimal 70% dari aset valasnya. Jangan mencapai 100% karena bisa berbahaya apalagi untuk perusahaan non eksportir.  Juniman menilai aturan ini harus segera keluar agar bisa disosialisasikan untuk mengerem utang valas. Kalau tidak dilakukan sekarang dengan melihat situasi Bank Sentral Eropa menurunkan suku bunga dan isu Bank Sentral Amerika yang akan menaikkan suku bunga, likuiditas global bertambah besar dan akan makin banyak korporasi yang berutang di luar. "Minimal ada rambu-rambu. Siapa yang melanggar bisa kena hukuman. Ini harus cepat dilakukan," pungkas Juniman.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Hendra Gunawan