JAKARTA. Perekonomian yang sehat dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun berkelanjutan menjadi tujuan setiap negara, tak terkecuali Indonesia. Maka dari itu, Bank Indonesia (BI) pun menghimbau lima strategi atau kebijakan yang perlu dilakukan untuk mendapati perekonomian yang sehat. Kelima kebijakan ini patut dilaksanakan oleh pemerintah. Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan kebijakan pertama yang perlu dilakukan adalah realisasi infrastruktur. Selama ini permasalahan infrastruktur di Indonesia adalah soal implementasi, yang kuncinya ada di pembebasan lahan. Semestinya di tahun depan ketika Undang-Undang tentang pembebasan lahan ini selesai, menurut Perry, masalah pembangunan infrastruktur dapat terselesaikan. Karena hingga saat ini, "minat investor itu besar untuk masuk ke Indonesia,' ujar Perry, Senin (25/11). Kedua, kebijakan pembangunan industri bersubstitusi impor. Perry menjelaskan sejak tahun 1997 hingga sekarang, industri kehilangan kemampuannya untuk menghasilkan produk yang mempunyai nilai tambah. Industri yang berorientasi pada penciptaan bahan baku perlu digalakkan. Ini akan sangat bermanfaat untuk menekan keran impor kita akan bahan baku yang sangat tinggi. Ketiga, kebijakan pengembangan sektor agrikultur dan Usaha Kecil Menengah (UKM). Kedua sektor ini menjadi sektor yang berperan vital dalam penciptaan pertumbuhan ekonomi berbasis dalam negeri. Perlu adanya transformasi dari agrikultur dan UKM yang berbasis tradisional ke modern. Dengan adanya penguatan di kedua sektor ini maka ketergantungan kita akan barang impor menurun. Apalagi, permintaan domestik kita berkarakteristik kuat. Keempat, alokasi belanja modal perlu ditingkatkan. BI menekankan alokasi belanja modal patut mendapat porsi yang besar. Selama ini, sepertiga dari alokasi belanja pemerintah digunakan untuk subsidi energi. Seharusnya, sepertiga alokasi itu dapat direlokasi untuk belanja modal. Sebagai gambaran, belanja negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2014 dipatok Rp 1.842,6 triliun. Belanja modal mendapat alokasi Rp 205,8 triliun. Alokasi ini kalah dibanding belanja subsidi yang mendapat porsi Rp 333,7 triliun. Kelima, peningkatan foreign direct investment (FDI) atau penanaman investasi langsung. "FDI jadi pilihan yang paling baik untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," tandas Perry. Lima strategi ini perlu dilakukan sebagai langkah penurunan defisit transaksi berjalan menuju ke level di bawah 3% dari PDB di tahun depan. Kebijakan ini pula yang nantinya akan menciptakan pertumbuhan Indonesia yang lebih baik tanpa ketakutan akan inflasi dan nilai tukar rupiah yang bergejolak. Pengamat Ekonomi dari Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri menilai anjuran BI untuk meningkatkan FDI di satu sisi dan keinginan BI untuk menurunkan defisit transaksi berjalan bertolak belakang. Apabila pemerintah ataupun BI ingin menurunkan defisit transaksi berjalan maka logikanya FDI harus ditekan. Menurut Faisal, defisit yang terus terjadi hingga sekarang ini diakibatkan jumlah pembelian kendaraan bermotor yang terus naik. Apalagi hadirnya mobil murah ramah lingkungan alias LCGC yang justru memperparah defisit. Dari awal tahun hingga Oktober 2013 penjualan mobil telah mencapai satu juta. "Jadi komponen otomotif yang diimpor tambah tinggi," papar Faisal. Maka dari itu, pemerintah harus bergerak mengatasi ini. Rupiah yang terus mengalami pelemahan sekarang ini diakibatkan kondisi defisit transaksi berjalan yang masih tinggi. Di sisi lain, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Koordinator Asosiasi Noke Kiroyan menekankan pentingnya sinkronisasi kebijakan antara pemerintah dan BI. Kalau BI menuju pada pengetatan impor maka pemerintah pun harus menuju ke arah sana.
BI imbau pemerintah lakukan lima kebijakan Ini
JAKARTA. Perekonomian yang sehat dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun berkelanjutan menjadi tujuan setiap negara, tak terkecuali Indonesia. Maka dari itu, Bank Indonesia (BI) pun menghimbau lima strategi atau kebijakan yang perlu dilakukan untuk mendapati perekonomian yang sehat. Kelima kebijakan ini patut dilaksanakan oleh pemerintah. Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan kebijakan pertama yang perlu dilakukan adalah realisasi infrastruktur. Selama ini permasalahan infrastruktur di Indonesia adalah soal implementasi, yang kuncinya ada di pembebasan lahan. Semestinya di tahun depan ketika Undang-Undang tentang pembebasan lahan ini selesai, menurut Perry, masalah pembangunan infrastruktur dapat terselesaikan. Karena hingga saat ini, "minat investor itu besar untuk masuk ke Indonesia,' ujar Perry, Senin (25/11). Kedua, kebijakan pembangunan industri bersubstitusi impor. Perry menjelaskan sejak tahun 1997 hingga sekarang, industri kehilangan kemampuannya untuk menghasilkan produk yang mempunyai nilai tambah. Industri yang berorientasi pada penciptaan bahan baku perlu digalakkan. Ini akan sangat bermanfaat untuk menekan keran impor kita akan bahan baku yang sangat tinggi. Ketiga, kebijakan pengembangan sektor agrikultur dan Usaha Kecil Menengah (UKM). Kedua sektor ini menjadi sektor yang berperan vital dalam penciptaan pertumbuhan ekonomi berbasis dalam negeri. Perlu adanya transformasi dari agrikultur dan UKM yang berbasis tradisional ke modern. Dengan adanya penguatan di kedua sektor ini maka ketergantungan kita akan barang impor menurun. Apalagi, permintaan domestik kita berkarakteristik kuat. Keempat, alokasi belanja modal perlu ditingkatkan. BI menekankan alokasi belanja modal patut mendapat porsi yang besar. Selama ini, sepertiga dari alokasi belanja pemerintah digunakan untuk subsidi energi. Seharusnya, sepertiga alokasi itu dapat direlokasi untuk belanja modal. Sebagai gambaran, belanja negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2014 dipatok Rp 1.842,6 triliun. Belanja modal mendapat alokasi Rp 205,8 triliun. Alokasi ini kalah dibanding belanja subsidi yang mendapat porsi Rp 333,7 triliun. Kelima, peningkatan foreign direct investment (FDI) atau penanaman investasi langsung. "FDI jadi pilihan yang paling baik untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," tandas Perry. Lima strategi ini perlu dilakukan sebagai langkah penurunan defisit transaksi berjalan menuju ke level di bawah 3% dari PDB di tahun depan. Kebijakan ini pula yang nantinya akan menciptakan pertumbuhan Indonesia yang lebih baik tanpa ketakutan akan inflasi dan nilai tukar rupiah yang bergejolak. Pengamat Ekonomi dari Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri menilai anjuran BI untuk meningkatkan FDI di satu sisi dan keinginan BI untuk menurunkan defisit transaksi berjalan bertolak belakang. Apabila pemerintah ataupun BI ingin menurunkan defisit transaksi berjalan maka logikanya FDI harus ditekan. Menurut Faisal, defisit yang terus terjadi hingga sekarang ini diakibatkan jumlah pembelian kendaraan bermotor yang terus naik. Apalagi hadirnya mobil murah ramah lingkungan alias LCGC yang justru memperparah defisit. Dari awal tahun hingga Oktober 2013 penjualan mobil telah mencapai satu juta. "Jadi komponen otomotif yang diimpor tambah tinggi," papar Faisal. Maka dari itu, pemerintah harus bergerak mengatasi ini. Rupiah yang terus mengalami pelemahan sekarang ini diakibatkan kondisi defisit transaksi berjalan yang masih tinggi. Di sisi lain, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Koordinator Asosiasi Noke Kiroyan menekankan pentingnya sinkronisasi kebijakan antara pemerintah dan BI. Kalau BI menuju pada pengetatan impor maka pemerintah pun harus menuju ke arah sana.