KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Inflasi inti Indonesia bergerak lebih rendah bila dibandingkan dengan inflasi umum. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, inflasi inti pada September 2023 sebesar 2,00% YoY, atau lebih rendah dari inflasi umum yang sebesar 2,28% YoY. Inflasi inti erat kaitannya dengan daya beli masyarakat. Namun, Bank Indonesia (BI) menampik kalau rendahnya inflasi inti mencerminkan pelemahan daya beli.
Direktur Eksekutif, Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Firman Mochtar mengungkapkan, penurunan inflasi inti memang murni karena inflasi yang terkendali.
Baca Juga: Pemerintah Tengah Menyiapkan Kebijakan untuk Stabilkan Harga Beras "Bukan karena pelemahan daya beli. Ini disebabkan oleh faktor struktural yang buktinya ada di survei yang kami lakukan," tutur Firman, Selasa (24/10) di Jakarta. Firman menjelaskan, dari survei BI, ekspektasi masyarakat terhadap kondisi ekonomi masih terjaga. Terlihat dari permintaan masyarakat yang meningkat. Nah, saat permintaan masyarakat meningkat, hasil survei juga menunjukkan para produsen rela untuk tidak mengerek harga terlalu tinggi untuk menjaga aliran permintaan tersebut. Banyak cara produsen barang untuk menjaga harga, di saat inflasi tinggi dan permintaan masyarakat naik. Salah satunya, ada menahan harga dengan memanfaatkan tabungan. "Dari sisi produsen, berusaha tahan harga di tengah kenaikan harga dan permintaan. Sumber dananya dari mana? Dari pemanfaatan
excess saving," jelasnya. Selain itu, Firman menilai upaya pengendalian inflasi pangan yang sudah dilakukan oleh BI dan pemerintah cukup berhasil.
Baca Juga: Begini Dampak Pelemahan Rupiah Terhadap Harga Barang Elektronik Mengingat ada komponen inflasi pangan yang masuk ke dalam perhitungan inflasi inti, ia menegaskan dengan landainya inflasi inti berarti inflasi pangan tak meningkat signifikan berkat upaya otoritas. Firman mengaku, ke depan BI akan tetap menjaga mandatnya, yaitu untuk menjaga inflasi, inflasi inti, hingga ekspektasi inflasi untuk tetap berada dalam target. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi