JAKARTA. Bank Indonesia (BI) merilis aturan tentang penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan Utang Luar Negeri (ULN) korporasi non bank. Aturan ini disangkal oleh BI akan memperlambat laju ekonomi. Ketika ditanyakan pengaruh penurunan DER terhadap pertumbuhan ekonomi, Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan yang lebih penting adalah kestabilan ekonomi jangka panjang. Akan tidak bermanfaat apabila ada kegiatan besar jangka pendek namun tidak hati-hati. Lebih baik mempunyai aktivitas yang terus meningkat tapi berkelanjutan jangka panjang. "Kita tidak membatasi korporasi meminjam. Kalau mau pinjam silahkan tapi yang prudent (hati-hati)," tandasnya pada akhir pekan.
BI berharap dengan aturan ini baik dari rasio lindung nilai, rasio likuiditas dan peringkat utang bisa membuat korporasi lebih berhati-hati dan tidak sembarang melakukan pinjaman. Apalagi dengan adanya peringkat utang, korporasi yang berutang adalah korporasi yang memenuhi peringkat minimal BB. Peringkat ini tentu saja menjadi tolak ukur manajemen perusahaan yang baik dalam mengelola utang dan asetnya. Di sisi lain, BI menjelaskan aturan ini akan mendorong pinjaman utang dari jangka pendek ke jangka panjang. Sekedar mengingatkan, BI merilis Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 16/20/PBI/2014 tentang Penerapan Prinsip Kehati-Hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Non Bank. Aturan ini memuat tiga pokok besar. Pertama, rasio lindung nilai. Rasio ini diterapkan dari selisih antara aset valas dengan kewajiban valas yang akan jatuh tempo dalam waktu tiga bulan ke depan hingga enam bulan.