BI kaji penerapan kembali aturan utang valas bank



JAKARTA. Bank Indonesia (BI) mengaku sudah mengantongi banyak rencana-rencana kebijakan baru untuk mengatasi dampak negatif dari kian derasnya capital inflow yang masuk ke sistem keuangan. Salah satu yang sedang dikaji adalah pemberlakuan kembali kebijakan-kebijakan terkait eksposur valuta asing oleh perbankan yang sempat direlaksasi ketika ada hempasan krisis tahun 2008 silam.Direktur Riset dan Moneter Perry Warjiyo menuturkan, meski mengaku masih cukup percaya diri dengan kebijakan penanganan capital inflow yang selama ini sudah berjalan, BI sudah mengantongi skenario-skenario kebijakan lain untuk memitigasi efek negatif terlalu derasnya aliran modal dari luar. "Semua skenario sudah kami pelajari, bagaimana dampak quantitative easing di Amerika Serikat ke kondisi makro ekonomi termasuk stabilisasi nilai tukar. Juga kebijakan-kebijakan lain semisal dulu saat menghadapi krisis 2008 ada ada relaksasi soal eksposur valas bank, itu kan bisa ditinjau lagi, diberlakukan kembali," jelasnya di Gedung BI Jakarta, Jumat (5/11).Tahun 2008 lalu, BI pernah menerapkan beberapa kebijakan yang diarahkan untuk melonggarkan likudiitas. Misalnya, "Dulu kan sempat ada aturan eksposur bank terhadap utang valas jangka pendek dibatasi sekitar 30% dari modal, lalu kami relaksasi tahun 2008. Itu bisa diberlakukan kembali, bisa juga dinaikan, mengenai besarnya kami masih perlu assestmen lagi yang lebih rinci," ujarnya. Bukan hanya itu, BI juga masih punya beberapa kebijakan yang sudah dirilis Juni lalu namun belum diterapkan. Misalnya, lelang Sertifikat BI bertenor 12 bulan. Juga, pemanjangan tenor instrumen term deposit tak hanya terbatas satu dan dua bulan saja, namun akan ditarik hingga 12 bulan. Sekadar mengingatkan, tahun 2008 lalu BI pernah merilis lima kebijakan pelonggaran likuiditas. Pertama, perpanjangan tenor foreign exchange swap dari paling lama 7 hari menjadi 1 bulan. Kedua, penyediaan pasokan valas bagi perusahaan domestik melalui perbankan.

Ketiga, menurunkan rasio Giro Wajib Minimum (GWM) valuta asing untuk bank umum konvensional dan syariah dari 3 persen menjadi 1 persen. Keempat, pencabutan ketentuan pasal 4 PBI No 7/1/PBI/2005 tentang batasan posisi saldo harian pinjaman luar negeri jangka pendek yang berlaku sejak 13 Oktober 2008. Lalu, penyederhanaan perhitungan GWM rupiah, berlaku mulai 24 Oktober 2008 menjadi hanya dalam bentuk statutory reserves menjadi hanya 7,5 persen dari Dana Pihak Ketiga agar likuiditas dalam sistem perbankan menjadi lebih memadai.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Uji Agung Santosa