JAKARTA. Bank Indonesia (BI) memperkirakan kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi sebesar Rp 1.500 per liter bakal menambah bobot inflasi tahun ini sebesar 2,3% - 2,4%. Kendati demikian, BI tetap optimistis inflasi tahun ini tidak meningkat tajam."Inflasi kita agak menurun. Dampak lanjutan (second round effect) juga akan lebih rendah, apalagi kalau BI bersama pemerintah bisa lebih bekerja sama," kata Deputi Gubernur Bank Indonesia Halim Alamsyah, Jumat (2/3).Halim menambahkan, inflasi juga akan kembali normal tahun depan. Pasalnya, persistensi inflasi telah jauh menurun dibandingkan lima tahun lalu. Maksudnya adalah ketika inflasi naik, harga pun ikut terkerek cepat. Namun, sekarang meski inflasi naik harga tidak segera naik, dan kalaupun sudah naik bisa berangsur-angsur turun lagi."Lain halnya dengan situasi 5-6 tahun lalu ketika terjadi gejolak inflasi dan kenaikan cepat sekali, dan turunnya susah," ujarnya.Lanjut Halim, penurunan persistensi inflasi ini lantaran sekarang struktur pasar lebih kompetitif, produk-produk lebih variatif, dan diversifikasi produk meningkat. Dus, masyarakat mempunyai banyak pilihan untuk membeli barang yang sama. Selain itu, distribusi barang lebih tersebar, karena munculnya outet ritel dan harga barang pun lebih variasi.Persistensi inflasi merupakan cerminan berbagai faktor. Suplai respon yang lebih baik, kebijakan pengadaan barang lebih baik, dan jenis barang yang lebih bervariasi. "Dengan jumlah dan jenis barang bervariasi kemampuan produsen untuk mengendalikan harga tidak seperti dulu karena dia banyak saingannya," ujarnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
BI: Kenaikan BBM subsidi tambah bobot inflasi 2,4%
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) memperkirakan kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi sebesar Rp 1.500 per liter bakal menambah bobot inflasi tahun ini sebesar 2,3% - 2,4%. Kendati demikian, BI tetap optimistis inflasi tahun ini tidak meningkat tajam."Inflasi kita agak menurun. Dampak lanjutan (second round effect) juga akan lebih rendah, apalagi kalau BI bersama pemerintah bisa lebih bekerja sama," kata Deputi Gubernur Bank Indonesia Halim Alamsyah, Jumat (2/3).Halim menambahkan, inflasi juga akan kembali normal tahun depan. Pasalnya, persistensi inflasi telah jauh menurun dibandingkan lima tahun lalu. Maksudnya adalah ketika inflasi naik, harga pun ikut terkerek cepat. Namun, sekarang meski inflasi naik harga tidak segera naik, dan kalaupun sudah naik bisa berangsur-angsur turun lagi."Lain halnya dengan situasi 5-6 tahun lalu ketika terjadi gejolak inflasi dan kenaikan cepat sekali, dan turunnya susah," ujarnya.Lanjut Halim, penurunan persistensi inflasi ini lantaran sekarang struktur pasar lebih kompetitif, produk-produk lebih variatif, dan diversifikasi produk meningkat. Dus, masyarakat mempunyai banyak pilihan untuk membeli barang yang sama. Selain itu, distribusi barang lebih tersebar, karena munculnya outet ritel dan harga barang pun lebih variasi.Persistensi inflasi merupakan cerminan berbagai faktor. Suplai respon yang lebih baik, kebijakan pengadaan barang lebih baik, dan jenis barang yang lebih bervariasi. "Dengan jumlah dan jenis barang bervariasi kemampuan produsen untuk mengendalikan harga tidak seperti dulu karena dia banyak saingannya," ujarnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News