BI koreksi lagi pertumbuhan ekonomi Ri



JAKARTA. Belum membaiknya kondisi ekonomi dan pasar keuangan global membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia tak sebaik yang diperkirakan.

Akibatnya, Bank Indonesia (BI) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi di kuartal ketiga tahun ini menjadi sebesar 4,85%, turun dari proyeksi sebelumnya  4,9%, di awal Oktober ini. Gubernur BI Agus Martowardojo menyatakan, turunnya proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut bercermin dari kondisi ekonomi dunia.

Dalam pertemuan di Lima, Peru pekan lalu, IMF, Bank Dunia, gubernur bank sentral, dan menteri keuangan negara anggota G20 mengoreksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini dari 3,3% menjadi 3,1%.


Angka ini juga lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi dunia 2014 sebesar 3,4%.

Pelemahan pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini berasal dari negara-negara berkembang yang terkena imbas jatuhnya harga komoditas.

Beberapa negara berkembang, menjadi perhatian khusus karena menggantungkan ekonominya hanya pada satu hingga dua komoditas.

"Jadi kita harus memberi perhatian kepada pertumbuhan negara berkembang, seperti Brasil, Rusia, Venezuela, dan Afrika Selatan," kata Agus, Jumat (16/10).

Berubah dalam sebulan

Penyebab lainnya ialah normalisasi kebijakan moneter Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) yang masih akan menimbulkan ketidakpastian.

Pemulihan ekonomi AS masih rentan. Ini tercermin dari indikator ketenagakerjaan yang masih lemah.

Melemahnya indikator ketenagakerjaan AS dan kesimpulan rapat Federal Open Market Committee (FOMC) September 2015 yang cenderung dovish atau tidak agresif, menguatkan lagi prediksi bahwa The Fed menunda kenaikan suku bunga.

Di sisi lain, masih ada keraguan terhadap ekonomi China, walau pertumbuhan ekonominya diproyeksi di kisaran 6,8% pada tahun ini dan 6,3% di 2016.

Dalam hal ini, respons otoritas moneter China masih ditunggu-tunggu pasar.

Sebab sebelumnya The People's Bank of China telah dua kali mendevaluasi mata uang yuan yang berimbas pada tersungkurnya sejumlah mata uang di negara berkembang.

Kebijakan itu bahkan diikuti otoritas moneter Vietnam.

Kondisi pasar keuangan negara berkembang pun perlu menjadi perhatian, yakni risiko capital outflow akibat adanya normalisasi kebijakan The Fed.

Ada pula risiko likuiditas dan pembiayaan korporasi yang bisa mengancam terjadinya kredit bermasalah akibat normalisasi kebijakan The Fed.

Proyeksi terbaru dari BI ini tampak berubah cukup cepat.

Akhir September lalu (29/9), Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo, menyatakan, sejumlah indikator konsumsi dan investasi dalam negeri mengalami perbaikan.

Misalnya, penjualan kendaraan bermotor di bulan Agustus meningkat sebesar 62,78% dibandingkan bulan sebelumnya.

Sementara penjualan sepeda motor di bulan Agustus meningkat 47,07%.

Lebih lanjut Perry melihat perbaikan konsumsi masyarakat juga tampak dari adanya pertumbuhan penyaluran kredit yang tumbuh sekitar 10%-11% di akhir September.

Penjualan semen Agustus juga meningkat 11% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.

Sementara itu, penjualan semen di September juga mengalami peningkatan, walau tidak sebesar bulan sebelumnya, yaitu hanya 6% dibandingkan periode yang sama tahun 2014.

Meski demikian, penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang mencerminkan konsumsi masyarakat masih mencatatkan penurunan.

Data Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu) mencatatkan penerimaan PPN dan PPnBM hingga 30 September 2015 sebesar Rp 271,70 triliun, menurun 3,29% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Indikator negatif lain adalah penurunan impor yang mengindikasikan pelemahan ekonomi.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, impor barang konsumsi, impor bahan baku atau penolong, maupun impor barang modal, selama September 2015 turun dibandingkan bulan sebelumnya.

Contoh, impor barang konsumsi menurun 23,94% menjadi sebesar US$ 821,5 juta. Kemudian, impor bahan baku atau penolong menurun 6,62% menjadi sebesar US$ 8,66 miliar.

Sedangkan impor barang modal menurun 0,74% menjadi sebesar US$ 2,03 miliar.

Secara akumulatif, Januari-September 2015, impor barang konsumsi menurun 15,20% menjadi US$ 8,03 miliar dibandingkan tahun lalu.

Meski telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal ketiga 2015, Gubernur BI tak memberikan proyeksi pertumbuhan ekonomi kuartal IV.

Namun sepanjang tahun ini, proyeksi BI kini menjadi lebih sempit: dari kisaran 4,7%-5,1%, menjadi 4,8%-4,9%.

Ekonom BCA David Sumual memproyeksi pertumbuhan ekonomi di kuartal ketiga 2015 akan lebih baik dibandingkan dengan pertumbuhan di kuartal I-2015 yang sebesar 4,71% dan kuartal kedua 4,76%.

Meski demikian, lanjut David, angka pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga tahun ini masih akan berada di bawah angka periode yang sama tahun lalu 5,01%, bahkan berada di bawah angka 5%.

"Tetapi yang penting, sudah stabil. Sudah lebih bagus," kata David.

Sementara itu, pertumbuhan ekonomi kuartal keempat diperkirakan lebih tinggi dibandingkan kuartal III.

Apalagi dengan adanya paket kebijakan yang dikeluarkan pemerintah yang akan berdampak pada ekonomi jangka menengah dan jangka panjang.

Namun, ia memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2015 berada pada kisaran 4,9%.       

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto