KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Seiring kenaikan suku bunga acuan Amerika Serikat Fed Fund Rate (FFR) sebanyak 25 basis poin (bps) menjadi 2,25%-2,5% semalam, mata uang Asia serentak melemah, termasuk rupiah. Berdasarkan data Bloomberg, rupiah sempat melemah hingga Rp 14.518 per dollar AS pada pukul 10.20 WIB tadi pagi. Tapi, pelemahan rupiah berkurang menjadi Rp 14.470 per dollar AS pada pukul 14.50 WIB. Kemarin, rupiah berada di Rp 14.439 per dollar AS. "Masih dalam kisaran yang wajar bergerak," ungkap Nanang Hendarsah Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia, Kamis (20/12).
Nanang menyampaikan, untuk memastikan tekanan terhadap rupiah tidak terlalu tajam, Bank Indonesia telah melakukan intervensi Domestic Non-deliverable Forward (DNDF) dikombinasikan dengan intervensi spot dalam jumlah yang terukur. Bila terjadi pelemahan harga surat berharga negara (SBN) yang tajam akibat arus keluar dana asing, BI siap untuk menstabilisasi pasar SBN. "Sejauh ini sampai siang belum terlihat pelepasan SBN oleh asing. Yield SBN benchmark 10 tahun (FR0064) hanya naik dari 7,96% ke 7,99%," jelas Nanang. Terkait kenaikan suku bunga The Fed, Nanang menjelaskan sebetulnya pasar sudah mengantisipasi. Namun
stance The Fed ke depan tidak terlalu
dovish seperti yang diharapkan pasar. The Fed memperkirakan kenaikan FFR dua kali di tahun 2019, turun dari tiga kali dari FOMC di November lalu. Sedangkan pasar mengharapkan kenaikan Fed Fund Rate satu kali di tahun 2019.
Kondisi ini memicu aksi jual di bursa saham AS dan mendorong pasar melakukan penjualan
(short covering) yang dalam beberapa hari terakhir banyak mengambil posisi
short dollar AS mengantisipasi
stance the Fed yang lebih
dovish. Di Asia, respons negatif menyebabkan harga saham di Asia melemah disertai tekanan terhadap seluruh mata uang Asia termasuk rupiah. "Kami melihat respons pasar saat ini sebagai
knee-jerk reaction (reaksi seketika dan sementara) atas kekecewaan terhadap hasil FOMC di tengah pelaku pasar valas di domestik yang sebagian besar posisinya
short dollar," ungkapnya. Namun menurut Nanang, bila melihat langkah FFR yang dihasilkan FOMC Desember ini jelas bahwa the Fed sudah mulai khawatir dengan konsekuensi yang ditimbulkannya bila the Fed menaikkan FFR terlalu cepat terhadap prospek ekonomi global yang saat ini melemah. The Fed menekankan adanya ketidakpastian yang tinggi ke depan mengenai arah kenaikan suku bunga lebih lanjut. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati