KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Normalisasi kebijakan Giro Wajib Minimum (GWM) rupiah oleh Bank Indonesia mulai berdampak pada kelompok bank kecil. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyatakan penyesuaian secara bertahap GWM rupiah dan pemberian insentif GWM sejak 1 Maret sampai 15 Juli 2022 menyerap likuiditas perbankan sekitar Rp 219 triliun. Kendati demikian, bank sentral mengklaim penyerapan likuiditas tersebut tidak mengurangi kemampuan perbankan dalam menyalurkan kredit. Pasalnya, rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masih tinggi mencapai 29,99% per Juni 2022.
Baca Juga: GWM Sedot Likuiditas, Bank Kecil Cari Simpanan PT Bank Ina Perdana Tbk (BINA) menyatakan telah menerapkan dan memenuhi GWM sesuai ketentuan BI. Direktur Utama Bank Ina Perdana Daniel Budirahayu menyatakan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) masih tinggi dibandingkan rata-rata pertumbuhan industri. “Bank Ina masih dapat dipenuhi GWM sesuai ketentuan BI dan jumlahnya cukup besar untuk ukuran bank sebesar kami, sebanyak lebih kurang dari total DPK,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (26/7). Guna memacu DPK, Bank Ina telah menawarkan produk-produk yang menarik bagi para nasabah. Seiring dengan itu, Bank Ina masih optimistis memacu bisnis hingga kredit bisa tumbuh dobel digit di penghujung 2022. PT Bank Mandiri Taspen (Mantap) juga sudah menyesuaikan peningkatan GWM sekitar 2,5% dari DPK yang telah dihimpun. Direktur Utama Bank Mandiri Taspen Elmamber P. Sinaga masih akan fokus untuk peningkatan DPK dari segmen ritel yang didorong dari fitur-fitur digital yang dikembangkan. “Di Bank Mandiri Taspen atas kebijakan peningkatan rasio GWM tersebut, kami comply dan terdapat alokasi likuiditas sebesar Rp 1 triliun untuk pemenuhan GWM tersebut dari posisi Maret ke Juli 2022,” paparnya. Kendati demikian, ia optimistis bisa memacu pertumbuhan kredit hingga 17% secara year on year (yoy) sampai dengan akhir tahun. Guna mencapai target tersebut, Bank Mantap akan mengoptimalkan penyaluran kredit ke segmen pegawai aktif dan pensiunan.