BI melihat ada peluang penurunan bunga



JAKARTA. Bank Indonesia (BI) melihat masih adanya peluang pelonggaran suku bunga acuannya di tahun ini. Sepanjang tahun lalu, bank sentral terhitung sudah melonggarkan BI 7-Day Reverese Repo Rate sebesar 150 basis poin (bps).

Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo menilai, peluang pelonggaran moneter tersebut lantaran kondisi global lebih kondusif dan indikator ekonomi dalam negeri menunjukkan perbaikan. 

Dia mengakui, ekonomi dunia akan dipengaruhi langkah bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve (The Fed) yang kemungkinan menaikkan bunganya dua kali di tahun depan, yaitu Juni dan Desember. Sebelumnya, The Fed diperkirakan menaikkan bunga tiga kali.


"FOMC terakhir itu lebih tidak se-hawkish yang sebelumnya, sehingga itu memberikan suasana yang lebih kondusif," kata Perry akhir pekan lalu.

Menurut Perry, suasana kondusif tersebut tercermin pada kurs rupiah akhir-akhir ini yang cenderung menguat di tengah kondisi global yang tidak menentu. Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), nilai tukar rupiah berada di level 13.485 per dolar AS pada Selasa (3/1) dan menguat ke posisi 13.347 pada Jumat (6/1) lalu.

Namun demikian, Perry mengaku, pihaknya akan terus memantau perkembangan global terutama sumpah jabatan yang dilakukan Donald Trump sebagai Presiden AS pada 20 Januari 2017 nanti serta rencana kebijakan fiskal yang diambil.

Lebih lanjut Perry menjelaskan, perbaikan-perbaikan dari sisi domestik di akhir tahun, diantaranya inflasi Desember 2016 yang tercatat 3,02% year on year (YoY), terendah setelah tahun 2009 silam. Lalu realisasi fiskal 2016 yang baik yang ditunjukkan oleh defisit anggaran yang terjaga di level 2,46%.

Pihaknya melihat realisasi belanja pegawai, barang, dan modal yang lebih dari 85% menujukkan daya dorong fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi akhir tahun lalu cukup besar meski defisit anggaran rendah. Selain itu, perbaikan juga ditunjukkan oleh pertumbuhan kredit yang naik 9% YoY dan dana pihak ketiga yang mendekati 9% YoY di akhir tahun.

"Kalau lihat kondisi di dalam negeri tentu saja dengan melihat kondisi yang kondusif tadi stance dari suku bunga masih bisa ada sedikit ruangan. Tetapi kami kalibrasi dengan masalah kenaikan administered prices," kata Perry.

BI melihat adanya adanya tekanan pada inflasi administered prices di tahun ini yang berasal dari kenaikan tarif dasar listrik sebagai konsekuensi dari pencabutan subsidi listrik berdaya 900 volt ampere (VA) dan 450 VA serta kenaikan elpiji tiga kilo gram (kg).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia