JAKARTA. Kehilangan "separuh jiwa", menyebabkan Bank Indonesia (BI) menjadi galau. Setelah fungsi pengawasan beralih ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penjaga moneter ini meminta definisi ulang atas peran dan kewenangan dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Redefinisi ini melalui amandemen Undang Undang BI Nomor 23 Tahun 1999. "Setelah OJK ada, nanti apa saja tugas BI. Kami memerlukan rumusan ulang," kata Muliaman D. Hadad, Deputi Gubernur BI, Senin (28/11). Kelak, perubahan UU ini bukan cuma menghilangkan pasal tentang pengawasan, juga menambah beberapa pasal tentang tugas baru BI. "BI perlu meyakinkan dirinya, bahwa dalam menjaga moneter, BI mendapatkan informasi memadai," katanya.
Betul, UU OJK sudah mengakomodir tentang kewenangan BI dalam mengakses informasi dari bank besar atau berdampak sistemik. Tapi, bagaimana BI menjalankan kewenangan itu, masih belum jelas. "Kami berharap, hal-hal semacam ini akan ditegaskan dalam UU hasil amandemen," katanya. Soal tugas anyar itu, BI meminta kewenangan memantau lembaga keuangan non-bank yang berdampak sistemik. Pertimbangannya, lembaga-lembaga itu juga bisa mempengaruhi stabilitas sistem keuangan dan moneter. Naskah akademis amandemen UU sudah rampung. BI akan menyampaikan masukan ini ke pemerintah untuk dibuatkan menjadi RUU dan harmonisasi dengan peraturan ain. Setelah itu baru meluncur ke DPR agar dibahas dan disahkan menjadi UU. Muliaman berharap, proses legislasi bisa selesai sebelum OJK resmi beroperasi. Fungsi pengawasan BI termaktub dalam Bab VI UU No 23 Tahun 2009. Ada 9 pasal yang mengatur soal itu, mulai pasal 24 hingga pasal 33. Jika amandemen berlangsung mulus, seluruh pasal ini akan gugur dengan sendirinya.