JAKARTA. Kasus penggelapan dana nasabah premium Citibank oleh karyawan sendiri menjadi perhatian serius Bank Indonesia (BI). Kasus ini mendorong bank sentral mempercepat kajian atas aturan layanan private banking atawa layanan bank untuk nasabah yang mempunyai simpanan berjumlah besar. "Kami menyadari layanan private banking harus dikelola dengan baik. Jika tidak demikan, akan terjadi kerawanan," ujar Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah, di Mabes Polri, Jakarta, Senin (4/4). Aturan ini akan mengatur lebih jauh mengenai layanan private banking, termasuk produk, cara pemasaran, dan pola hubungan karyawan dengan nasabah. Pengelola bisnis ini, misalnya perlu memiliki manajer investasi yang kompeten, karena layanan private banking tidak hanya melibatkan produk perbankan, juga produk pasar modal. Keberadaan mereka diharapkan membantu bank dan nasabah memahami risiko.
Dalam hubungan dengan nasabah, bank harus menetapkan sistem cek dan re-check. Jadi, ketika nasabah mewakilkan transaksi ke orang kepercayaannya di bank, unit lain akan mengonfirmasi ulang. "Perlu ada batasan maksimal, misalnya satu pegawai hanya menangani berapa nasabah. Tidak boleh banyak-banyak," ujarnya. Halim menambahkan, seiring laju pertumbuhan ekonomi Indonesia yang semakin pesat, beberapa tahun terakhir layanan private banking tumbuh subur. Namun, perkembangan bisnis ini kurang disertai kualitas sumber daya manusia pengelola dan panduan memadai sehingga akan menimbulkan kerawanan. Risikonya, nasabah yang akan dirugikan. Dia menilai, kasus pembobolan Citibank oleh Malinda Dee merupakan cermin lemahnya proses pengawasan internal bank. Hasil pengawasan BI menunjukkan, kasus penyelewengan terjadi karena fungsi supervisi atau atasan kurang optimal. Penyebab lain, terjadi kolusi antar pegawai dan lengahnya nasabah. "Nasabah kita cepat percaya pada pegawai. Ini terlalu berlebihan sehingga akhirnya dirugikan," tutur Halim.