KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) pada September 2019 kembali mengalami perlambatan. Bank Indonesia (BI) mencatat M2 pada bulan tersebut sebesar Rp 6.002,6 triliun atau tumbuh sebesar 7,1% (yoy). Berdasarkan rilis dari BI tentang M2 dan Faktor yang memengaruhi, likuiditas perekonomian ini lebih rendah dari bulan Agustus 2019 yang mencapai 7,3% (yoy).
Baca Juga: Tren suku bunga melandai, bank syariah tak buru-buru sesuaikan tarif Perlambatan M2 pada September 201 ini terutama terjadi pada komponen uang kuasi dan surat berharga selain saham. Komponen uang kuasi tercatat tumbuh sebesar 7,0% (yoy) atau melambat dari bulan Agustus 2019 yang sebesar 7,4% (yoy). Ini dipengaruhi oleh melambatnya pertumbuhan simpanan berjangka dan giro valuta asing (valas). Sementara pertumbuhan surat berharga selain saham tercatat sebesar 39,1% (yoy) atau melambat dari bulan Agustus 2019 yang sebesar 45,4% (yoy). Perlambatan M2 juga disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan aktiva luar negeri bersih. Pertumbuhannya adalah sebesar 2,7% (yoy), sementara pada Agustus 2019 bisa tumbuh sebesar 2,9% (yoy).
Baca Juga: Revaluasi aset sebabkan total aset Bank Mandiri naik sebesar Rp 52 triliun Perlambatan ini juga seiring dengan perlambatan cadangan devisa pada bulan September 2019. Ada juga faktor dari perlambatan aktiva dalam negeri bersih yang tercatat tumbuh sebesar 8,6% (yoy), dengan sebelumnya sebesar 9,0% (yoy) di bulan Agustus 2019. Perlambatan aktiva bersih ini disebabkan oleh pertumbuhan penyaluran kredit yang lebih rendah, yaitu sebesar 8,0% (yoy) pada September 2019.
Selain itu, ada juga perlambatan pada tagihan bersih kepada pemerintah pusat. Ini terkontraksi sebesar 7,5% (yoy). Kontraksinya pun diakui BI cukup dalam bila dibandingkan dengan kontraksi bulan Agustus 2019 yang sebesar 3,6% (yoy).
Baca Juga: Laba BTPN Syariah Naik Hingga 40%, Ini Rekomendasi Analis untuk Saham BTPS premium Perkembangan tersebut juga seiring dengan perlambatan tagihan sistem moneter kepada pemerintah pusat, terutama pada instrumen obligasi negara. Ini juga seiring dengan peningkatan kewajiban sistem moneter kepada pemerintah pusat dalam bentuk simpanan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli