BI menjaga sikap moneter bias longgar



JAKARTA. Pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) dan kenaikan suku bunga Federal Reserve mendorong Bank Indonesia (BI) bersiaga melonggarkan kebijakan moneternya. 

Sudah menurunkan 150 basis poin bunga acuan sejak awal tahun, BI kembali membuka peluang penurunan bunga di sisa dua bulan terakhir tahun ini. 

"Stance kami bias longgar (easing bias) dan kalau data mendukung, tentu bisa terjadi pelonggaran lagi," kata Gubernur BI Agus Martowardojo, Senin (24/10).


Agus mengatakan, pihaknya memastikan akan menjaga suku bunga di pasar uang antar bank (PUAB) dan memastikan ketersediaan likuditas perbankan melalui pelaksanaan operasi moneter (OM). Menurut Agus, jumlah dana yang ditempatkan perbankan di BI dalam bentuk operasi moneter lebih dari Rp 300 triliun.

Dia menekankan, pelonggaran moneter dapat terjadi apabila data-data yang dijadikan pertimbangan oleh otoritas moneter, mendukung. Data yang dimaksud, meliputi data-data stablitas makro ekonomi yang mencakup data inflasi, nilai tukar rupiah, hingga defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD).

Dari sisi domestik, Agus mengatakan inflasi dan CAD hingga akhir tahun ini akan tetap terjaga dan bahkan lebih baik dari yang diperkirakan sebelumnya.

Dia meramal, inflasi akhir tahun ini sebesar 3,1% year on year (YoY), lebih baik dari perkiraan sebelumnya yang sebesar 3,2%. Begitu juga dengan CAD akhir tahun ini yang diramal bisa mencapai di bawah 2% dari perkiraan sebelumnya yang sebesar 2,5% dari produk domestik bruto (PDB).

Meski demikian, pihaknya juga masih mewaspadai beberapa risiko global, yang meliputi proyeksi pertumbuhan ekonomi AS yang dikoreksi lebih rendah dari perkiraan sebelumnya. Tak hanya itu, pihaknya juga masih mewaspadai dampak risiko dari kenaikan suku bunga Bank Sentral AS di akhir tahun ini, yang saat ini mulai terasa. Salah satunya yield surat utang yang cenderung meningkat.

Tak hanya itu, pihaknya juga masih mewaspadai pencapaian pertumbuhan ekonomi China, meski harga komoditas ekspor utama mulai mengalami peningkatan. "Kami perhatikan juga adalah volume perdagangan dunia yang menurun tajam. Volume perdagangan dunia ini ada kaitannya dengan negara yang melakukan proteksi, seperti China yang tidak terlalu berorientasi ekspor, tetapi meningkatkan ekonomi domestiknya," tambah Agus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia