JAKARTA. Bank Indonesia (BI) ke depan tetap akan mengarahkan kebijakan moneter untuk mengurangi defisit neraca transaksi berjalan atau current account deficit (CAD). BI menilai kebijakan yang sudah dikeluarkan selama ini belum cukup ampuh menekan impor, terutama impor minyak dan gas (migas). Kebijakan inilah yang kemudian diartikan banyak ekonom sebagai sinyal BI untuk menaikan suku bunga acuan atau BI rate. Sebab, walau BI telah menaikkan suku bunga acuan sebanyak tiga kali hingga 150 basis poin menjadi 7,25% pada tahun ini, tingkat konsumsi dalam negeri masih cukup tinggi. Akibatnya tekanan dari impor tetap besar. Karena itu, Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara menegaskan, upaya menekan jumlah impor masih harus dilakukan BI dan pemerintah. Sebab, permasalahan utama yang membelit ekonomi Indonesia adalah defisit neraca transaksi berjalan yang tidak kunjung reda.
BI menyalakan sinyal kebijakan moneter ketat
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) ke depan tetap akan mengarahkan kebijakan moneter untuk mengurangi defisit neraca transaksi berjalan atau current account deficit (CAD). BI menilai kebijakan yang sudah dikeluarkan selama ini belum cukup ampuh menekan impor, terutama impor minyak dan gas (migas). Kebijakan inilah yang kemudian diartikan banyak ekonom sebagai sinyal BI untuk menaikan suku bunga acuan atau BI rate. Sebab, walau BI telah menaikkan suku bunga acuan sebanyak tiga kali hingga 150 basis poin menjadi 7,25% pada tahun ini, tingkat konsumsi dalam negeri masih cukup tinggi. Akibatnya tekanan dari impor tetap besar. Karena itu, Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara menegaskan, upaya menekan jumlah impor masih harus dilakukan BI dan pemerintah. Sebab, permasalahan utama yang membelit ekonomi Indonesia adalah defisit neraca transaksi berjalan yang tidak kunjung reda.