JAKARTA. Bank Indonesia (BI) terus berupaya memaksa bank lebih efisien. Tujuan akhirnya, agar bunga kredit ke nasabah kian kuncup. Setelah memaksa bank mengumumkan Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK), menekan Beban Operasional berbanding Pendapatan Operasional (BOPO) dan menurunkan biaya dana, regulator perbankan ini siap memaksa memperbaiki cara bank menghitung premi risiko yang dikenakan ke nasabah. Caranya, bank sentral akan membuat aturan manajemen rasio premi risiko dengan rating risiko debitur yang nantinya menjadi patokan (benchmark) perbankan. Rating tersebut akan berdasarkan informasi debitur, seperti karakter usaha, pendapatan usaha, pasar yang dibidik dan kemampuan pengusaha mengembalikan pinjaman.
BI menyusun benchmark premi risiko
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) terus berupaya memaksa bank lebih efisien. Tujuan akhirnya, agar bunga kredit ke nasabah kian kuncup. Setelah memaksa bank mengumumkan Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK), menekan Beban Operasional berbanding Pendapatan Operasional (BOPO) dan menurunkan biaya dana, regulator perbankan ini siap memaksa memperbaiki cara bank menghitung premi risiko yang dikenakan ke nasabah. Caranya, bank sentral akan membuat aturan manajemen rasio premi risiko dengan rating risiko debitur yang nantinya menjadi patokan (benchmark) perbankan. Rating tersebut akan berdasarkan informasi debitur, seperti karakter usaha, pendapatan usaha, pasar yang dibidik dan kemampuan pengusaha mengembalikan pinjaman.