BI menyusun benchmark premi risiko



JAKARTA. Bank Indonesia (BI) terus berupaya memaksa bank lebih efisien. Tujuan akhirnya,  agar bunga kredit ke nasabah kian kuncup. Setelah memaksa bank mengumumkan Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK), menekan Beban Operasional berbanding Pendapatan Operasional (BOPO) dan menurunkan biaya dana,  regulator perbankan ini siap  memaksa memperbaiki cara bank menghitung premi risiko yang dikenakan ke nasabah.

Caranya, bank sentral akan membuat aturan manajemen rasio premi risiko dengan rating risiko debitur yang  nantinya menjadi patokan (benchmark) perbankan.

Rating tersebut akan berdasarkan informasi debitur, seperti karakter usaha, pendapatan usaha, pasar yang dibidik dan kemampuan pengusaha mengembalikan pinjaman. 


Kisaran premi risiko yang diterima nasabah antara 0,3%-9,8%. "Angka ini menunjukkan kesenjangan yang tinggi. Hal ini karena perbedaan cara perhitungan dan memandang risiko dari masing-masing bank," ujar Deputi Direktur Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI, Dhani Gunawan Idat, Rabu (13/3).

Dalam penyusunan acuan tersebut, BI akan melihat penerapan premi risiko di negara yang memiliki karakter yang sama, seperti India. Pembebanan premi risiko kredit tertinggi terjadi pada kelompok bank perkreditan rakyat (BPR) yang mencapai 5%-10%. Adapun bank besar hanya membebankan premi risiko antara 0,3%-3%.

Berbeda metode

Informasi saja, mulai Juni 2013 nanti, BI akan mewajibkan semua bank mengumumkan SBDK untuk segmen korporasi, ritel, kredit pemilikan rumah (KPR), dan non-KPR. SBDK terdiri dari perhitungan biaya dana, biaya overhead dan margin bank. Meskipun lambat, pengumuman SBDK sukses menurunkan suku bunga kredit.

Berdasarkan data BI, per Januari 2013 rerata suku bunga  modal kerja  rupiah turun menjadi 12,5% dari sebelumnya 12,6%. Juga diikuti penurunan bunga kredit investasi dan kredit konsumer masing-masing 11,3% dan 13,4%.

Presiden Direktur Bank Central Asia (BCA), Jahja Setiaatmadja, mengatakan perhitungan premi risiko di BCA berdasarkan fakta, seperti pengalaman bisnis, keuangan pengusaha, kemampuan membayar cicilan dan bunga, jenis usaha dan geografi bisnis pengusaha. Menekan premi risiko juga bisa dengan edukasi nasabah, agar mengetahui tingkat risiko mereka.

Managing Director Treasury and International Banking Bank Mega, Sugiharto, menuturkan setiap bank memiliki perhitungan premi risiko yang berbeda-beda. Contohnya, ada bank yang teliti memilih debitur sesuai tingkat risiko, tapi ada juga bank yang tidak teliti, sehingga ceroboh memberikan bunga kredit.

 Sebelumnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) berniat melakukan penelisikan terhadap inefisiensi perbankan. KPPU menduga terjadi kartel di perbankan karena struktur pasarnya yang oligopoli. Tapi sayang, setelah dua tahun berselang KPPU belum mendapatkan hasil apa pun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: