JAKARTA. Persaingan yang semakin ketat dengan bank umum dan lembaga keuangan lainnya membuat bisnis bank perkreditan rakyat (BPR) semakin terjepit. Bank umum dan lembaga keuangan terjun ke pembiayaan mikro yang merupakan pasar utama BPR. Oleh karena itu, BI meminta bank umum bekerjasama dengan BPR agar bisnis BPR tetap hidup. "Begitu pula dengan lembaga lain," kata Deputi Gubernur BI Budi Rochadi dalam pembukaan Musyawarah Nasional Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat (Perbarindo), Senin (8/11). Budi berharap, bank tidak hanya memberikan kredit turunan (linkage) ke BPR, tetapi juga memberikan pembinaan. Kerjasama ini bisa menjadi jembatan bagi bank umum untuk menjadi bank induk (apex bank) bagi BPR.
Saat ini bank umum dan lembaga keuangan beramai-ramai terjun ke pembiayaan mikro karena pasarnya luas dan menguntungkan. Makanya, BI memikirkan beberapa opsi. Misalnya, kemungkinan membatasi bank umum ke sektor mikro. "Tetapi, ini merugikan konsumen karena bunga BPR lebih tinggi," tutur Budi. Memperkuat posisi Budi bilang, BPR harus melakukan empat langkah untuk memperkuat posisi di masyarakat. Pertama, mereposisi BPR sebagai community bank. Artinya, BPR bisa memenuhi kebutuhan di daerah tempat ia berada. Ia melihat, BPR saat ini seperti bank umum mini. Padahal seharusnya BPR menjadi bank rakyat (community bank). "Konsep ini akan dimasukkan ke Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang tengah direvisi," lanjutnya. Kedua, meningkatkan permodalan untuk memperluas jangkauan pelayanan. "Dari 1.700-an BPR, tinggal 15% yang belum memenuhi persyaratan modal," ujar Budi. Sekadar informasi, persyaratan modal BPR di setiap daerah berbeda-beda. Contohnya, di DKI Jakarta Rp 5 miliar. Di ibukota provinsi Jawa dan Bali, modal minimal BPR Rp 2 miliar. "Di Batam minimal Rp 500 juta, tapi melihat keadaan di sana Rp 10 miliar juga bisa. Ini juga kita masukkan ke API," kata Budi. Ketiga, menyediakan SDM yang kompeten dan berintegritas tinggi. Keempat, memperkuat infrastruktur pendukung BPR.