BI Naikkan Suku Bunga Acuan, Begini Dampaknya Terhadap Kinerja Reksadana



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) pada Rabu (24/6). Sehingga, suku bunga acuan kini bergerak di level 6,25%. Hal ini tentu berimbas terhadap kinerja pasar modal salah satunya reksadana. 

Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori Fajar Dwi Alfian mengatakan, setelah suku bunga naik memang ada sedikit kejutan, di mana reksadana yang akan terdampak paling signifikan yakni, reksadana pendapatan tetap. Pasalnya,  kenaikan suku bunga berdampak langsung terhadap kenaikan yield obligasi.

“Dengan begitu, tentunya menekan kinerja reksadana pendapatan tetap,” ujar Fajar saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (28/4). 


Karenanya, ia menyarankan kepada investor yang sudah berinvestasi di reksadana pendapatan tetap, untuk bisa melakukan wait and see atau averaging down karena hal ini diprediksi hanya akan berdampak dalam jangka pendek saja. 

Baca Juga: Kenaikan Suku Bunga Diprediksi Dapat Tarik Asing Kembali Masuk Ke Pasar Obligasi

Selain itu, Fajar mengatakan sentimen lainnya yang dapat mempengaruhi kinerja reksadana di tahun ini yaitu, mengenai kepastian pemangkasan suku bunga The Fed, serta tensi geopolitik yang masih berlangsung di Timur Tengah. 

“Namun saya memperkirakan bahwa hingga akhir tahun ini, The Fed tetap akan memangkas suku bunga, diikuti oleh BI, rupiah yang mulai stabil, serta inflasi yang akan terjaga rendah,” kata Fajar. 

Di sisi lain, Fajar memproyeksikan untuk imbal hasil dari reksadana pendapatan tetap hingga akhir tahun 2024, akan berkisar 5% - 6%, lalu untuk reksadana pasar uang berkisar 3% - 4%, selanjutnya reksadana campuran dan saham akan berkisar 4% - 6%. 

Selaras dengan hal ini, Chief Executive Officer (CEO) Pinnacle Investment, Guntur Putra juga mencermati, kenaikan suku bunga acuan BI ke level 6,25%, dapat mempengaruhi prospek pasar reksadana ke depannya, terutama reksadana pendapatan tetap dan reksadana pasar uang. 

“Kenaikan suku bunga dapat menyebabkan harga obligasi turun, yang pada gilirannya mempengaruhi kinerja reksadana pendapatan tetap karena mayoritas portofolionya terdiri dari obligasi,” kata Guntur saat dihubungi Kontan.co.id, Sabtu (27/4). 

Tak hanya itu, menurut dia reksadana pasar uang juga terpengaruh karena kenaikan suku bunga dapat membuat instrumen pasar uang seperti deposito lebih menarik, dibandingkan investasi dalam reksadana pasar uang.

Baca Juga: Dana Kelolaan Reksadana BRI Manajemen Investasi Tumbuh 17% Per Maret 2024

Guntur mengatakan, sentimen lainnya yang dapat mempengaruhi kinerja reksadana yaitu datang dari kondisi ekonomi makro, perkembangan pasar keuangan global, dan faktor geopolitik. 

“Misalnya, ketidakpastian politik atau konflik di tingkat global dapat mempengaruhi kinerja pasar keuangan secara keseluruhan. Tetapi tentunya strategi manajer investasi juga sangat menentukan kinerja reksadana terutama dalam menyesuaikan strategi investasi di berbagai kondisi pasar,” ujar Guntur. 

Lebih lanjut, menurutnya, terkait proyeksi reksadana di akhir tahun ini akan sangat tergantung pada berbagai faktor, termasuk kebijakan moneter lebih lanjut dari bank sentral, perkembangan ekonomi global, dan situasi politik domestik. 

Namun, Guntur bilang, secara umum, reksadana pendapatan tetap mungkin akan menghadapi tantangan karena kenaikan suku bunga, sementara reksadana pasar uang dan reksadana saham dapat memiliki proyeksi yang lebih positif tergantung pada kondisi pasar yang lebih luas. 

“Tapi balik lagi semua akan sangat tergantung dengan strategi investasi masing-masing, manajer investasi di setiap kelas aset masing-masing,” tandasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi