BI: Pajak baru pertanahan ide yang bagus



JAKARTA. Bank Indonesia (BI) menyambut baik rencana pengenaan pajak tanah yang kini tengah dikaji pemerintah. BI meyakini, kebijakan ini bisa turut mendongkrak perekonomian nasional.

Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, selama ini pajak yang dikenakan terhadap aset tanah masih sangat terbatas. Jenis pajak yang dikenakan terhadap tanah selama ini hanya pajak bumi dan bangunan (PBB).

Menurut Agus, melalui rencana pemerintah tersebut, tanah yang selama ini digunakan sebagai salah satu alat investasi masyarakat, bisa menjadi lebih produktif.


"Tanah adalah investasi yang selama ini tidak terlalu diperhatikan tentang upaya agar tanah ini produktif. Jadi kalau ada kajian tentang itu saya sambut baik," kata Agus usai konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Kantor Pusat Kemkeu, Jumat (3/2).

Terkait hal ini, pemerintah menyiapkan tiga jenis pajak untuk menekuk aksi para pemburu rente dari investasi lahan. Pertama, pengenaan pajak progresif untuk kepemilikan tanah yang lebih luas. Kedua, capital gain tax untuk transaksi tanah, dan ketiga, unutilized asset tax untuk tanah yang dibiarkan menganggur tanpa ada perencanaan.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemkeu) Suahasil Nazara mengatakan, saat ini pihaknya masih membicarakan opsi mana yang terbaik.

"Alat apa yang sekarang kita punya, kepemilikan kita punya PBB. PBB juga ada pedesaan, perkotaan, ada perkebunan, pertambangan, kehutanan, ada yang di pemda atau pusat, kita petakan," kata Suahasil.

Lebih lanjut menurutnya, pihaknya sudah dan akan melakukan pembicaraan intensif dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang untuk melihat instrumen perpajakan mana yang sesuai untuk dikenakan tarif progresif.

Usulan ATR

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bilang proposal pajak tanah idle telah dipaparkan Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil. Dia bilang Kemenkeu masih menggodok aturannya.

Kata Sri, ini perlu kajian mendalam, sebab ada pelbagai jenis peruntukan tanah yang aturannya pun berbeda-beda. "Pak Sofyan Djalil sudah mempresentasikan proposal dan data yang dipaparkan oleh kementerian ATR. Kemudian kita lihat dulu perundang-undangan yang mengatur mengenai pertanahan karena  policy-nya yang berbeda-beda,"kata Sri Mulyani, Jumat (3/2).

Namun sayangnya, mantan direktur pelaksana Bank Dunia ini, mengakui belum ada inventarisasi instrument lebih detail. "Kita belum invetarisasi dari sisi datanya, ratenya, atau dari sisi aturan perundang-undangan,"cetus Sri Mulyani.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto