BI Pangkas BI Rate Jadi 6%, Bagaimana Efeknya ke Instrumen Investasi Domestik?



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) memutuskan memangkas suku bunga acuan BI rate sebesar 25 bps menjadi 6%. Namun efek ke instrumen investasi diperkirakan akan terbatas.

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan pemangkasan suku bunga sudah diantisipasi pasar. Walaupun memang, waktu pemangkasannya lebih cepat dari ekspektasi.

Hal itu tercermin dari penurunan yield obligasi 10 tahun Indonesia sebesar 51 bps sepanjang kuartal III ini. Lalu di pasar saham secara quarter to date juga sudah menguat 11%. "Jadi saya pikir sudah price-in terkait penurunan suku bunga BI ini," ujarnya kepada Kontan.co.id, Rabu (18/9).


Terbatasnya kenaikan instrumen investasi lantaran masih adanya beberapa risiko, seperti hasil pilpres di Amerika Serikat (AS). Selain itu arah fiskal Indonesia dengan pemerintahan yang baru.

Namun memang, untuk jangka yang sangat pendek akan memberikan efek positif terhadap instrumen-instrumen yang sensitif dengan suku bunga. Misalnya, obligasi dan saham.

Baca Juga: 5 Alasan BI Pangkas Suku Bunga Lebih Cepat dari The Fed

Efek pemangkasan suku bunga terhadap pasar obligasi akan menurunkan yield, yang kemudian mendorong kenaikan harga. Sementara di pasar saham akan meningkatkan likuiditas, yang kemudian menaikkan kinerja saham domestik.

Untuk saham, Josua berpandangan, sektor-sektor perbankan dan multifinance yang paling diuntungkan. Perbankan didorong permintaan kredit korporasi untuk ekspansi, sementara multifinance didorong permintaan kredit dari potensi meningkatnya daya beli masyarakat.

Ekonom Bank Danamon Hosiana Evalia Situmorang mengamini, prospek imbal hasil berpotensi melaju jika BI melihat potensi kembali penurunan suku bunga dan The Fed memangkas Fed Funds Rate sebanyak 3 kali, masing masing 25 bps.

Untuk saat ini, ia menyarankan investor buy on weakness jika ingin mengatur ulang portofolionya. Apalagi IHSG sudah berkali all-time-high dan rupiah sudah menguat signifikan per September 2024.

"Jadi butuh katalis ekstra kalau obligasi dan IHSG mau rally, salah satunya surprising Fed Rate cut yang lebih akomodtif," katanya.

Menurut Hosiana, investor bisa memanfaatkan momentum window dressing dan January Effect. Sebab, rata-rata akan mengalami koreksi sebelum rally kembali pada periode tersebut.

CEO and Founder Finansialku, Melvin Mumpuni juga berpandangan bahwa obligasi dan saham akan mendapatkan efek positif dari adanya pemangkasan suku bunga. "Untuk saham, perusahaan di sektor 'high debt' juga umumnya akan diuntungkan," sebutnya.

Ia juga menyarankan jika investor hendak melakukan portofolio rebalancing untuk menyesuaikan dengan tujuan investasi dan profil risiko.

Baca Juga: Ekonom Ramal BI Bakal Pangkas Lagi BI Rate 25 bps Akhir 2024, dan 50 bps di 2025

Melvin menilai, dengan kondisi saat ini maka investor dengan tipe risiko konservatif dapat mengalokasikan dananya 20% ke aset capital gain yang risiko lebih tinggi. Lalu 40% di aset yang menghasilkan cash flow dan 40% di aset likuid.

Lalu tipe moderat dengan rancangan 40% pada capital gain, 30% cash flow, dan sisanya pada aset likuid.

"Untuk agresif sebesar 50% capital gain, 30% cash flow, dan 20% aset likuid," imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat