BI pangkas proyeksi pertumbuhan kredit



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Untuk ketiga kalinya, Bank Indonesia (BI) memangkas proyeksi pertumbuhan kredit perbankan pada tahun ini. Sebelumnya Bank Sentral memperkirakan ada pertumbuhan kredit perbankan di kisaran 10%-12%, kemudian diturunkan dikisaran 8%-10% dan terakhir diturunkan lagi di kisaran 8%.

Penurunan proyeksi pertumbuhan kredit perbankan pada tahun ini tak terlepas dari rendahnya faktor permintaan dan penawaran. Apalagi realisasi pertumbuhan kredit perbankan pada pertengahan tahun ini hanya dikisaran 3%. Sejalan dengan itu, BI juga menetapkan Countercyclical Buffer (CCB) sebesar 0%.

Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, pertumbuhan kredit perbankan di September 2017 sebesar 7,86%, sedikit lebih tinggi dibanding pertumbuhan kredit di Juni yang sebesar 7,75%. Tapi pertumbuhan kredit 1 Januari hingga 30 September 2017 baru mencapai 3,8%.


"Maka itu, kami melihat sampai akhir tahun bank akan berusaha mencapai business plan yang mereka sudah sampaikan. Namun mungkin realisasinya akan ada dikisaran bawah dari target yang BI sampaikan yaitu 8%-10%. Jadi BI memperkirakan ada di sekitar 8%," kata Agus, Kamis (16/11).

Rendahnya pertumbuhan kredit tersebut disebabkan oleh rendahnya permintaan. Sebab, korporasi baru menyelesaikan proses konsolidasi yang dilakukan dengan mengendalikan biaya-biaya.

"Maka mereka mau meyakinkan neraca mereka sudah sehat, rugi laba sudah lebih sehat dan sekarang ini mereka belum mengajukan permintaan. Mereka masih mengkaji perkembangan ekonomi dunia," tambah Agus.

Dari sisi perbankan juga demikian. Agus bilang, bank masih melakukan konsolidasi untuk menjaga agar kualitas kredit membaik dan masih mewaspadai loan average.

Sementara itu, untuk mendorong penyaluran kredit, BI mempertahankan Countercyclical Buffer (CCB) tetap yaitu 0%. "BI melihat dan memutuskan dalam RDG Countercyclical Capital Buffe r tetap 0% karena kredit kami lihat belum memadai. Ini kami lihat sebagai bentuk bagaimana supaya intermediasi tetap lebih baik," tambahnya.

Deputi Gubernur BI Erwin Riyanto menambahkan, CCB merupakan instrumen makroprudensial yang digunakan BI untuk mengendalikan penyaluran kredit. Jika pertumbuhan kredit terlalu tinggi, maka persentase permodalan harus ditambah dengan menaikkan besaran CCB.

Ia bilang, berbeda dengan kondisi saat ini yaitu pertumbuhan kredit masih rendah sehingga besarannya dipertahankan untuk mendorong kredit. "Artinya bank tidak perlu tambahkan dari sisi permodalannya," kata Erwin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini