JAKARTA. Rupiah lanjut tertekan, setelah Bank Indonesia secara tak terduga menurunkan suku bunga sebesar 50 basis poin menjadi 6%. Data Bloomberg menunjukkan, pada pukul 14.31 WIB, pasangan (pair) dollar AS dan rupiah (USD/IDR) begerak ke level 9.030, dari posisi sebelumnya di 8.890. Analis mata uang dari PT Commonwealth Bank Mika Martumpal menilai, bank sentral terbilang cukup berani memangkas suku bunga di saat pasar masih sangat volatil. Dia menilai, penurunan suku bunga ini dilakukan karena bank sentral fokus pada pertumbuhan ekonomi, apalagi data inflasi memang menunjukkan penurunan. "BI sepertinya menilai, meskipun suku bunga tidak diturunkan, rupiah akan cenderung tertekan karena faktor global. Sehingga mereka memusatkan perhatian untuk menggenjot perekonomian dalam negeri," urainya.Mika menganalisa, meskipun suku bunga turun, namun sejatinya imbal hasil (return) dalam rupiah masih positif. Apalagi, dengan perkiraan inflasi sampai akhir tahun di 4%. Rupiah tetap menarik jika dibandingkan dengan return investasi di dollar AS yang negatif. Tapi, faktor pasar komoditas dan saham yang tertekan masih menjadi pemicu lemahnya rupiah. "Pelemahan rupiah bukan karena fundamental kita yang lemah, tapi karena situasi global. Ditambah, dollar AS yang belakangan menguat, sehingga rupiah terkena tekanan jual," imbuhnya.Mika memprediksi, dalam jangka pendek rupiah masih akan tertekan. Hingga akhir pekan ini, mata uang Garuda diperkirakan akan bergulir di kisaran Rp 8.950 - Rp 9.100 per dollar AS. Sementara, hingga akhir bulan ini kemungkinan bergerak di Rp 8.900 - Rp 9.200 per dollar AS. Namun, untuk jangka waktu menengah, 3-6 bulan kedepan, rupiah berpotensi menguat terhadap dollar AS.
BI pangkas suku bunga, rupiah keok ke level 9.000-an
JAKARTA. Rupiah lanjut tertekan, setelah Bank Indonesia secara tak terduga menurunkan suku bunga sebesar 50 basis poin menjadi 6%. Data Bloomberg menunjukkan, pada pukul 14.31 WIB, pasangan (pair) dollar AS dan rupiah (USD/IDR) begerak ke level 9.030, dari posisi sebelumnya di 8.890. Analis mata uang dari PT Commonwealth Bank Mika Martumpal menilai, bank sentral terbilang cukup berani memangkas suku bunga di saat pasar masih sangat volatil. Dia menilai, penurunan suku bunga ini dilakukan karena bank sentral fokus pada pertumbuhan ekonomi, apalagi data inflasi memang menunjukkan penurunan. "BI sepertinya menilai, meskipun suku bunga tidak diturunkan, rupiah akan cenderung tertekan karena faktor global. Sehingga mereka memusatkan perhatian untuk menggenjot perekonomian dalam negeri," urainya.Mika menganalisa, meskipun suku bunga turun, namun sejatinya imbal hasil (return) dalam rupiah masih positif. Apalagi, dengan perkiraan inflasi sampai akhir tahun di 4%. Rupiah tetap menarik jika dibandingkan dengan return investasi di dollar AS yang negatif. Tapi, faktor pasar komoditas dan saham yang tertekan masih menjadi pemicu lemahnya rupiah. "Pelemahan rupiah bukan karena fundamental kita yang lemah, tapi karena situasi global. Ditambah, dollar AS yang belakangan menguat, sehingga rupiah terkena tekanan jual," imbuhnya.Mika memprediksi, dalam jangka pendek rupiah masih akan tertekan. Hingga akhir pekan ini, mata uang Garuda diperkirakan akan bergulir di kisaran Rp 8.950 - Rp 9.100 per dollar AS. Sementara, hingga akhir bulan ini kemungkinan bergerak di Rp 8.900 - Rp 9.200 per dollar AS. Namun, untuk jangka waktu menengah, 3-6 bulan kedepan, rupiah berpotensi menguat terhadap dollar AS.