JAKARTA. Ekonom melihat Bank Indonesia (BI) saat ini masuk fase panik. Kepanikan ini bisa dilihat dari sikap BI dalam mengambil empat langkah kebijakan untuk mengatasi defisit neraca transaksi berjalan Jumat (10/8) kemarin. Ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelistyaningsih mengatakan, perubahan fasilitas simpanan BI sebesar 0,25 basis point dari 3,75% menjadi 4% di akhir pekan kurang begitu lazim dilakukan BI. Biasanya, perubahan tersebut dilakukan dalam Rapat Dewan Gubernur BI. “Salah satu solusi atasi defisit memang itu, tapi ketika diambil tidak seperti biasanya, kesannya BI panik, ini tidak biasa,” kata Lana kepada KONTAN Senin (13/8). Akibat kepanikan BI itu. kata Lana, pasar ikut panik. Terlihat dari semakin merosotnya nilai tukar rupiah. Pada sesi penutupan Jumat (10/8), rupiah masih berada di level Rp 9.478 per dolar, tapi hari ini meluncur turun ke Rp 9.500 per dolar. “Kondisi yang sama juga terjadi di pasar Non Delivery Forward (NDF) Singapura yang sudah berada di level Rp 9.508,” kata Lana. Ia juga menyesalkan BI baru mengambil langkah itu setelah defisit neraca transaksi berjalan lama. "Kenapa tidak dari dulu-dulu BI mengambil kebijakan itu, ini sudah terjadi empat triwulan berturut- turut," kata Lana. Ia juga memperkirakan kebijakan BI tersebut belum akan berdampak dalam waktu dekat ini, melainkan harus menunggu sampai tiga bulan ke depan. Pengamat Ekonomi dan Perbankan Mirza Adityaswara melihat bahwa BI tidak hanya akan menaikkan fasilitas simpanan BI hanya di kisaran 0,25 basis point saja. Menurutnya, BI akan melakukan beberapa kali lagi sampai efektivitasnya dalam mengurangi impor bisa dirasakan. Sebagai pengingat, inilah resep BI mengatasi defisi neraca berjalan:
BI panik lihat neraca berjalan, rupiah ikut panik
JAKARTA. Ekonom melihat Bank Indonesia (BI) saat ini masuk fase panik. Kepanikan ini bisa dilihat dari sikap BI dalam mengambil empat langkah kebijakan untuk mengatasi defisit neraca transaksi berjalan Jumat (10/8) kemarin. Ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelistyaningsih mengatakan, perubahan fasilitas simpanan BI sebesar 0,25 basis point dari 3,75% menjadi 4% di akhir pekan kurang begitu lazim dilakukan BI. Biasanya, perubahan tersebut dilakukan dalam Rapat Dewan Gubernur BI. “Salah satu solusi atasi defisit memang itu, tapi ketika diambil tidak seperti biasanya, kesannya BI panik, ini tidak biasa,” kata Lana kepada KONTAN Senin (13/8). Akibat kepanikan BI itu. kata Lana, pasar ikut panik. Terlihat dari semakin merosotnya nilai tukar rupiah. Pada sesi penutupan Jumat (10/8), rupiah masih berada di level Rp 9.478 per dolar, tapi hari ini meluncur turun ke Rp 9.500 per dolar. “Kondisi yang sama juga terjadi di pasar Non Delivery Forward (NDF) Singapura yang sudah berada di level Rp 9.508,” kata Lana. Ia juga menyesalkan BI baru mengambil langkah itu setelah defisit neraca transaksi berjalan lama. "Kenapa tidak dari dulu-dulu BI mengambil kebijakan itu, ini sudah terjadi empat triwulan berturut- turut," kata Lana. Ia juga memperkirakan kebijakan BI tersebut belum akan berdampak dalam waktu dekat ini, melainkan harus menunggu sampai tiga bulan ke depan. Pengamat Ekonomi dan Perbankan Mirza Adityaswara melihat bahwa BI tidak hanya akan menaikkan fasilitas simpanan BI hanya di kisaran 0,25 basis point saja. Menurutnya, BI akan melakukan beberapa kali lagi sampai efektivitasnya dalam mengurangi impor bisa dirasakan. Sebagai pengingat, inilah resep BI mengatasi defisi neraca berjalan: