JAKARTA. Indeks Harga Konsumen (IHK) bulan Maret 2017 tercatat deflasi 0,02% secara bulanan (mtm). Angka tersebut menurun dari bulan Februari yang mengalami inflasi sebesar 0,23%."Deflasi IHK terutama disumbang oleh deflasi komponen bahan makanan bergejolak (
volatile foods)," kata Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Tirta Segara dalam pernyataan resmi, Selasa (4/4).Dengan perkembangan tersebut, maka inflasi IHK sampai Maret 2017 tercatat 1,19% secara tahun kalender atau
year to date, dan secara tahunan mencapai 3,61% (year on year).
Kelompok
volatile food pada bulan Maret 2017 tercatat deflasi 0,77% melanjutkan deflasi pada bulan sebelumnya sebesar 0,36%. "Deflasi terutama bersumber dari komoditas cabai merah, beras, cabai rawit, ikan segar, telur ayam ras, dan bawang putih. Penurunan harga cabai dan beras terjadi seiring dengan melimpahnya pasokan karena panen," ungkap Tirta. Deflasi lebih lanjut tertahan oleh kenaikan harga bawang merah dan minyak goreng. Secara tahunan, inflasi
volatile food mencapai sebesar 2,89% (yoy). Inflasi inti bulan Maret 2017 tercatat sebesar 0,10% (mtm), lebih rendah dari bulan sebelumnya yang sebesar 0,37% (mtm). Melambatnya inflasi inti pada bulan ini terutama disumbang deflasi tarif pulsa ponsel. Komoditas utama penyumbang inflasi kelompok ini adalah nasi dengan lauk, ayam goreng, dan kontrak rumah. Secara tahunan, inflasi inti tercatat sebesar 3,30% (yoy). Inflasi
administered prices pada bulan Maret 2017 mencapai 0,37% (mtm), menurun dari bulan lalu yang sebesar 0,58% (mtm). Penurunan inflasi
administered prices antara lain dipengaruhi deflasi tarif angkutan udara. "Namun, kenaikan tarif listrik akibat penyesuaian tarif listrik tahap 2 untuk pelanggan prabayar daya 900 VA nonsubsidi menahan penurunan inflasi pada kelompok ini," papar Tirta.
Selain itu, inflasi
administered prices juga didorong penyesuaian harga bensin, rokok kretek filter, dan rokok kretek. Secara tahunan, inflasi administered prices mencapai sebesar 5,50% (yoy). Tirta menyatakan, koordinasi kebijakan pemerintah dan BI dalam pengendalian inflasi perlu terus diperkuat. Ini terutama dalam menghadapi sejumlah risiko terkait penyesuaian
administered prices sejalan kebijakan lanjutan reformasi subsidi energi oleh pemerintah dan risiko kenaikan harga
volatile food menjelang bulan puasa. (Sakina Rakhma Diah Setiawan) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dupla Kartini