BI pede S&P sematkan investment grade ke Indonesia



Jakarta. Membaiknya sejumlah indikator fundamental ekonomi dalam negeri menjadikan Bank Indonesia (BI) optimistis merasakan efek positifnya. BI yakin lembaga pemeringkat kredit Standard and Poor's (S&P) akan menaikkan peringkat kredit Indonesia pada April mendatang.

Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, Indonesia bisa menunjukkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang sehat dengan defisit yang terkendali. Defisit transaksi berjalan dan neraca pembayaran Indonesia (NPI) juga membaik.

Apalagi pemerintah berupaya untuk menarik investasi masuk melalui kebijakan yang mengatur kemudahan dalam berusaha atau ease of doing business (EODB). "Perkiraan NPI akan surplus dan inisiatif pemerintah soal EODB yang menargetkan kenaikan peringkat ke 40 dari 109 akan membantu rating kredit," kata Mirza, Jumat (11/3).


Saat ini, S&P masih menempatkan Indonesia di bawah level layak investasi dengan peringkat BB+. Pada Mei 2015 lalu, lembaga pemeringkat tersebut akhirnya mendongkrak prospek peringkat Indonesia dari Stabil menjadi Positif.

Dengan begitu, terbuka kemungkinan bagi S&P menaikkan peringkat kredit ke level layak investasi (invesment grade) dalam 12 bulan ke depan. Jika benar terjadi, maka akan melengkapi peringkat investment grade yang diberikan oleh tiga lembaga pemeringkat lainnya, yaitu Moody's, Fitch Ratings, dan Japan Credit Rating Agency.

Menurut Mirza, kenaikan peringkat dari S&P melihat juga melihat dari kebijakan fiskal mengenai moneter, reformasi institusional, pro investasi, dan pro pendalaman pasar keuangan. Mirza bilang, jika Indonesia bisa melakukan reformasi maka inflow di tahun ini bisa terus terjadi.

"Kita pernah mengalami capital inflow saat quantitative easing tahun 2010 sampai 2012, tahun 2013 saat tappering, tahun 2014 setelah pengumuman presiden. Tahun 2016 ini capital inflow belum banyak," tambah dia.

Berdasarkan data BI, hingga pertengahan Februari 2016 lalu capital inflow yang membanjiri pasar domestik mencapai US$ 2.125 juta. Inflow tersebut dilihat BI lebih dipengaruhi oleh faktor global, yaitu suku bunga negatif dari kebikakan Bank Sentral Jepang dan adanya ekspektasi kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS) yang tidak terlalu ekspansif tahun ini.

Sementara itu, faktor domestik juga dinilai turut mempengaruhi capital inflow, yaitu rendahnya inflasi nasional dan perbaikan pada neraca perdagangan tahun ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto