JAKARTA. Bank Indonesia (BI) menilai, perbankan nasional belum menerapkan manajemen risiko likuditas secara optimal. Buktinya, ada ekses likuiditas senilai Rp 350 triliun yang diparkir di instrumen moneter berupa Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan non-SBI. Gubernur BI Darmin Nasution mengatakan, besarnya dana bank yang disimpan di BI ini terjadi lantaran bank tak menyalurkan dananya menjadi kredit. Padahal, penempatan dana bank di BI ini juga membutuhkan biaya tersendiri. Selain menambah ekses likuiditas, hal ini bisa menyebabkan bank semakin tidak efisien. "Ekses likuiditas perlu dikurangi. Untuk mendukung ekspansi kredit 35% hingga 40% pun masih sanggup likuiditas kita itu," tutur Darmin, Jumat (17/9). Hingga pekan kedua September, pertumbuhan kredit perbankan mencapai 21,16% (year on year) menjadi Rp 1.632 triliun. Inilah yang melatarbelakangi kenaikan giro wajib minimum (GWM) Primer dan GWM berdasarkan loan to deposit ratio (LDR).
BI: Pengelolaan likuiditas perbankan belum optimal
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) menilai, perbankan nasional belum menerapkan manajemen risiko likuditas secara optimal. Buktinya, ada ekses likuiditas senilai Rp 350 triliun yang diparkir di instrumen moneter berupa Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan non-SBI. Gubernur BI Darmin Nasution mengatakan, besarnya dana bank yang disimpan di BI ini terjadi lantaran bank tak menyalurkan dananya menjadi kredit. Padahal, penempatan dana bank di BI ini juga membutuhkan biaya tersendiri. Selain menambah ekses likuiditas, hal ini bisa menyebabkan bank semakin tidak efisien. "Ekses likuiditas perlu dikurangi. Untuk mendukung ekspansi kredit 35% hingga 40% pun masih sanggup likuiditas kita itu," tutur Darmin, Jumat (17/9). Hingga pekan kedua September, pertumbuhan kredit perbankan mencapai 21,16% (year on year) menjadi Rp 1.632 triliun. Inilah yang melatarbelakangi kenaikan giro wajib minimum (GWM) Primer dan GWM berdasarkan loan to deposit ratio (LDR).