BI: Penggunaan valas dalam negeri turun drastis



SEMARANG. Bank Indonesia menyatakan, penggunaan valuta asing (valas) di dalam negeri mengalami penurunan pascapenerapan peraturan BI tentang kewajiban penggunaan rupiah di dalam negeri.

Berdasarkan data BI, sebelum penerapan PBI tersebut transaksi yang menggunakan valas di dalam negeri sekitar US$ 6 miliar - US$ 7 miliar per bulan. 

"Setelah penerapan PBI tepatnya mulai Juli 2015 hingga Februari 2016, ada penurunan menjadi US$ 2 miliar per bulan," kata Direktur Pengawasan Sistem Pembayaran BI Ida Nuryanti pada acara edukasi sistem pembayaran nasional di Semarang, Rabu (27/4).


Menurut dia, penurunan tersebut sudah melebihi harapan dari BI, mengingat peraturan belum genap satu tahun diberlakukan.

Pada PBI tersebut, diatur tentang ketentuan pembayaran menganut teritorial Indonesia. Dalam hal ini, pemerintah melalui BI tidak melihat siapa yang melakukan transaksi, melainkan di mana transaksi tersebut dilakukan.

Selama transaksi dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), maka diharuskan menggunakan mata uang rupiah. Meski demikian, pihaknya mengecualikan peraturan tersebut pada beberapa kondisi.

"Misalnya pembayaran antar negara, hibah, pembayaran internasional, dan transaksi tertentu di perbankan. Dalam hal ini, nasabah boleh menyimpan dalam bentuk valas," katanya.

Sementara itu, hingga saat ini, ada beberapa perusahaan yang mengajukan penundaan kepada BI terkait penerapan PBI tersebut.

"Penundaan ini harus dikoordinasikan dengan kementerian terkait. Misalnya kalau perusahaan travel yang melayani perjalanan umroh selama ada rekomendasi dari Kementerian Agama maka bisa dilakukan penundaan penerapan. Belum lama ini, kami melakukan penundaan selama enam bulan kepada beberapa perusahaan travel," katanya.

Penundaan ini bisa dilakukan selama perusahaan mengalami kendala terkait penerapan PBI tersebut, di antaranya invoice dalam format valas sudah terlajur dikeluarkan dan sistem keuangan perusahaan sudah didesain dengan menggunakan valas. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia