BI perkirakan defisit transaksi 2,2% akhir tahun



JAKARTA. Bank Indonesia (BI) memperkirakan neraca pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III tahun ini akan mencatatkan surplus karena meningkatnya transaksi modal dan finansial. Hanya saja, BI memperkirakan transaksi berjalan masih bakal defisit. Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution mengungkapkan pada kuartal III tahun ini Indonesia masih akan mengalami defisit transaksi berjalan. Hanya saja, rasio defisit transaksi berjalan pada kuartal III kali ini lebih rendah ketimbang kuartal sebelumnya. "Untuk kuartal III defisit transaksi berjalan diperkirakan sekitar 2,6% dari GDP. Pada akhir tahun rasionya akan semakin turun menjadi sekitar 2,2% dari GDP," ujarnya dalam konferensi pers Kamis (11/10). Catatan saja, pada kuartal II tahun ini defisit transaksi berjalan Indonesia mencapai US$ 6,9 miliar (3,1% dari PDB). Angka ini naik ketimbang kuartal I yang sebesar US$ 3,2 miliar (1,5% dari PDB). Nah, pada akhir tahun ini, defisit transaksi berjalan diperkirakan masih akan ada di kisaran 2% dari PDB. Darmin bilang, indikasi menurunnya defisit transaksi berjalan ini terlihat dari neraca perdagangan Agustus yang mencatatkan surplus. Di sisi lain, surplus transaksi modal dan finansial bakal meningkat seiring derasnya aliran modal masuk baik dari portofolio maupun dari investasi langsung (FDI).  Dengan perkembangan ini, Darmin bilang jumlah cadangan devisa pada akhir September 2012 meningkat ketimbang bulan sebelumnya. Per akhir September cadangan devisa yang tersimpan di BI tercatat sebesar US$ 110,2 miliar. Jumlah ini setara dengan 6,1 impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Sementara Ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelistyaningsih mengatakan prediksi penurunan defisit transaksi berjalan ini disebabkan karena penurunan impor. Pada Agustus 2012 penurunan impor memang lebih tajam ketimbang penurunan laju ekspor. "Penurunan impor ini disebabkan karena melemahnya nilai tukar rupiah," ujarnya. Sebenarnya, tren penurunan impor pada Agustus hanyalah faktor musiman, akibat adanya puasa dan Lebaran. Lana bilang, berdasarkan trennya, laju impor akan kembali naik pada September hingga akhir tahun. Namun, dengan nilai tukar rupiah yang cenderung melemah, kemungkinan laju impor tidak akan naik terlalu kencang. Tapi, Lana bilang tingginya arus investasi ke dalam negeri juga bisa mengancam pelebaran defisit transaksi berjalan. Alasannya, "Investasi yang tinggi biasanya dibarengi dengan kenaikan laju impor, karena barang modal dan bahan baku penolong masih tergantung pada impor," jelasnya. Makanya, kata dia satu-satunya cara untuk mengerem laju impor adalah dengan menjaga nilai tukar di kisaran yang sedikit lemah. Lana memperkirakan, sampai akhir tahun nilai tukar rupiah akan tetap dijaga di level Rp 9.600 per dollar AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Djumyati P.