BI perkirakan pajak tax amnesty cuma Rp 53 triliun



JAKARTA. Bank Indonesia (BI) menilai, salah satu penyebab kebijakan pengampunan pajak banyak gagal di sejumlah negara, karena hanya diberlakukan untuk pidana pajak. Gubernur BI Agus Martowardojo melihat, ada dua jenis penghindaran pajak; tax evasion dan tax avoidance.

Tax avoidence berarti kegiatan penghindaran pajak yang tidak bertentangan dengan hukum, transaksinya legal. Hanya ada permasalahan adminsitrasi yang membuat mereka bisa menghindari pajak. Misalnya, melakukan traksansi jual beli dengan perusahaan terafiliasi di negara lain dengan harga yang di bawah standar.

Sedangkan tax evasion, penghindaran pajak yang melanggar hukum. Contohnya membuat Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan yang dimanipuilasi. Atau, tindakan kriminal, terorisme, korupsi dan perdagangan narkotika.


Nah, yang sedang dikejar pemerintah dengan Rancangan Undang-undang (RUU) pengampunan pajak hanyalah pelaku tax avoidence. Jika demikian, maka potensi penerimaan pajak menurut BI hanyalah Rp 53,4 triliun.

"Tax avoidence ini hanya 60% dari potensi seluruhnya, Rp 3.147 triliun," ujar Agus, Senin (23/5) di Jakarta.

Adapun potensi itu diperoleh BI berdasarkan data dari global financial integrity, yang merupakan illicit fund atau yang sifatnya pelanggaran pajak dan dana-dana ilegal. "Kalau mau efektif, apakah bersidia kalau tindak kriminal itu dimanfaatkan," katanya.

Hal itu Ia sampaikan dalam rapat kerja antara BI, pemerintah dan dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hari ini. Rapat menyoroti soal potensi penerimaan pajak dari kebijakan tax amnesty. 

Hitungan BI ini jauh lebih sedikit ketimbang perkiraan pemerintah. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menghitung, bisa memperoleh sampai Rp 180 triliun dari dana yang direpatriasi ini. 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia