BI perlonggar aturan perbankan syariah



JAKARTA. Pelaku perbankan syariah boleh bergembira. Bank Indonesia (BI) akan menerbitkan aturan mengenai pemanfaatan dan perluasan jaringan dan layanan bank syariah melalui induk usaha atau bank yang berada dalam satu grup usaha. Kebijakan leveraging ini diharapkan bisa menciptakan insentif bagi bank syariah.

Dalam calon beleid tersebut, BI akan memberikan izin kepada bank umum syariah (BUS) untuk memberikan layanan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) di kantor cabang  milik induk usaha mereka.

Direktur Kepala Grup Penelitian, Perkembangan, dan Regulasi Perbankan Syariah BI, Ahmad Buchori, mengatakan  aturan tersebut akan terbit akhir 2013 dan akan terealisasi awal 2014.


BI berharap, pelunakan aturan ini akan meningkatkan pertumbuhan pembiayaan dan DPK perbankan syariah. "Dalam kebijakan leveraging, BUS bisa menggunakan jaringan kantor induknya untuk memasarkan DPK menggunakan sumber daya manusia kantor induk," kata Buchori.

Pada tahap awal, leveraging ini hanya terbatas untuk pengumpulan DPK. Sementara produk pembiayaan belum boleh karena berisiko tinggi. BUS juga dapat memanfaatkan jasa konsultasi dari SDM induk usaha.

Pemanfaatan ini agar bank syariah dapat menggarap sektor-sektor yang belum tersentuh oleh bank syariah, seperti pembiayaan korporasi dan pembiayaan infrastruktur. Maklum, selama ini bank syariah lebih dominan menggarap pembiayaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). "Jadi BUS dan UUS bisa bekerjasama dengan induk usaha atau sister company mereka," jelas Buchori.

BI juga akan mengeluarkan aturan modifikasi produk bank syariah untuk mempermudah bank syariah meningkatkan usaha. Selama ini, usaha bank syariah  terhambat karena izin produk yang sulit sementara produk dasar bank syariah beraneka ragam. "Untuk produk dasar yang tertera di BUKU I, bank tidak  perlu izin ke BI saat ingin mengeluarkan produk baru," kata kata Buchori.

Perebutan DPK

Direktur Utama Bank Mega Syariah Benny Witjaksono, menilai pemanfaatkan cabang induk usaha atau sister company oleh BUS atau UUS tidak mudah. Sebab, antara BUS atau UUS dengan induk terjadi persaingan perebutan DPK.  Apalagi, isu kekeringan likuiditas terjadi, baik di konvensional maupun bank syariah. "Kami memilih membuka cabang sendiri, meskipun mengeluarkan biaya operasional yang besar," terang Benny.

Menurutnya, pilihan terbaik saat ini adalah memanfaatkan kantor cabang yang ada ketimbang membuka banyak kantor cabang karena berisiko tinggi. Selain ongkos pembangunan mahal, pengawasan kantor cabang juga perlu ditingkatkan,  "Setiap bank memiliki modal berbeda-beda, maka kami memilih membuka cabang sendiri untuk menyerap sumber dana dari masyarakat," tutur Benny.

Namun, Kepala Bank Permata Syariah Achmad K Permana, menilai rencana kebijakan BI merupakan respons atas kondisi bank syariah saat ini, sehingga bank syariah bisa memperluas ekspansi bisnis. 

Izin pemanfaatan kantor induk usaha atau sister company untuk BUS dan UUS akan mendongkrak pertumbuhan usaha syariah. Sebab, pembangunan jaringan membutuhkan biaya besar.

Memang, kemungkinan persaingan perebutan dana selalu ada. Namun,  langkah ini akan meningkatkan efisiensi bagi industri bank syariah karena tidak perlu mengeluarkan biaya operasional besar untuk membuka cabang. "Ini akselerasi efisiensi bagi bank syariah," kata Permana.            

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: A.Herry Prasetyo