BI: Perlu evaluasi impor minyak dan gas



JAKARTA. Bank Indonesia tengah menaruh perhatian serius terhadap defisit transaksi berjalan Indonesia. Sebab, tekanan impor semakin tinggi dipicu ekspor yang makin melemah. 

Defisit neraca transaksi berjalan telah terjadi selama tujuh triwulan sejak akhir 2011 lalu. Bahkan, defisit tersebut semakin melebar pada akhir triwulan II-2013 yang mencapai 4,4% dari produk domestik bruto.

Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengungkapkan, impor bahan bakar minyak (BBM) masih tinggi, karena konsumsi bahan bakar fosil itu besar. Padahal, pemerintah telah melakukan penyesuaian harga BBM menjadi Rp 6.500 per liter pada Juni 2013 lalu.


Impor migas September 2013 tercatat mencapai US$ 3,669 miliar. Nilai tersebut turun tipis 0,06% jika dibandingkan bulan sebelumnya sebesar US$3,672 miliar.

Kondisi ini menunjukkan bahwa kebijakan kenaikan harga BBM tidak relatif terlalu berdampak pada konsumsi energi masyarakat. Sehingga, diperlukan evaluasi kebijakan terkait dengan minyak dan gas.

Jadi yang mungkin perlu dievaluasi adalah terkait dengan impor minyak dan gas. Secara umum masih terlihat pertumbuhan impor minyak yang tinggi dan konsumsi bahan bakar minyak khususnya premium yang cukup tinggi.

“Kalau pertumbuhan premium masih tinggi padahal di bulan Juni sudah dilakukan penyesuaian harga BBM, itu menunjukkan bahwa memang dampak kenaikan harga BBM terhadap permintaan, relatif tidak terlalu berdampak," ujar Agus di Gedung BI, Jakarta, Jumat (8/11).

Agus menambahkan, di sisi lain, sampai dengan kuartal III-2013, ekspor Indonesia masih belum mencatatkan pertumbuhan melainkan terdapat kecenderungan menurun.

Oleh karena itu, Agus berharap agar impor BBM harus dikurangi dan mengelola peningkatan energi khususnya BBM dengan lebih baik. 

"Kalau kita akan lakukan respons di sektor riil, responsnya pun harus diarahkan di sektor peningkatan ekspor dan pengelolaan BBM yang lebih baik," jelas Agus. 

Tugas pemerintah dan BI saat ini adalah memperbaiki industri hulu guna mengurangi ketergantungan impor bahan baku dan barang modal. "Jadi kita sekarang sedang betul-betul harus memperhatikan defisit transaksi berjalan kita," pungkas Agus. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan