BI Pertahankan Suku Bunga Acuan di Level 6,25% pada Juni 2024, Ini Kata Ekonom



KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Bank Indonesia (BI) menahan suku bunga acuan atau BI rate di level 6,25% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI 19-20 Juni 2024.

Ekonom Bank Danamon Hosianna Evalia Situmorang menilai, keputusan BI menahan BI Rate karena bank sentral perlu menjaga momentum pertumbuhan ekonomi, khususnya konsumsi rumah tangga. Di samping itu, ia juga menilai kondisi suku bunga saat ini tertinggi sejak Juli 2016.

“Di samping itu, inflasi AS dan global juga sudah melandai, ditambah beberapa bank sentral utama sudah cut rate, seperti Asosiasi Bank Koperasi Eropa (EACB) dan Bank of Canada, jadi mendorong optimisme ada ruang The Fed untuk cut rate juga di akhir 2024 ini,” tutur Ana sapaan akrabnya kepada Kontan, Kamis (20/6).


Baca Juga: BI Rilis Kebijakan Makroprudensial Soal Pendanaan Luar Negeri Bank

Dengan faktor global tersebut, Ana meyakini kondisi nilai tukar rupiah pada akhir tahun akan cenderung menguat. Ia memperkirakan, rupiah akan bergerak di level Rp 15.800 hingga Rp 16.400 hingga akhir tahun 2024.

Meski begitu, ia tak memungkiri saat ini kondisi nilai tukar rupiah sedang dalam tren yang melemah dipengaruhi faktor global dan domestik. 

Pelemahan nilai tukar rupiah tersebut juga dipengaruhi oleh dampak tingginya ketidakpastian pasar global, terutama berkaitan dengan ketidakpastian arah penurunan Fed Funds Rate (FFR).

“Pun dipengaruhi penguatan mata uang dollar AS secara luas, dan masih tingginya ketegangan geopolitik. Dari faktor domestik, tekanan pada rupiah juga disebabkan oleh kenaikan permintaan valas oleh korporasi, termasuk untuk repatriasi dividen, serta persepsi terhadap kesinambungan fiskal ke depan,” ungkapnya.

Baca Juga: Bank Indonesia Tahan BI Rate di Level 6,25% pada Juni 2024

Dihubungi secara terpisah, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menyampaikan, bahwa BI mempertahankan suku bunga acuan BI rate di level 6,25%, kemungkinan dengan mempertimbangkan bahwa suku bunga kebijakan saat ini masih konsisten menjangkar ekspektasi inflasi dan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

“Dalam beberapa minggu terakhir ini, penguatan dolar AS terhadap mata uang utama pada akhirnya juga berdampak pada pelemahan mata uang Asia termasuk rupiah,” kata Josua.

Menurutnya, dari sisi global pelemahan nilai tukar rupiah saat ini yang masih berkisar Rp 16.400 per dolar AS dipengaruhi oleh faktor sentimen global terutama pelemahan mata uang utama termasuk Euro, Yen dan Sterling.

Editor: Noverius Laoli