BI pertahankan suku bunga, intip prospek reksadana pendapatan tetap



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan pada level 3,5% pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) kemarin. Di tengah keputusan BI serta potensi tapering yang sudah di depan mata, kinerja reksadana pendapatan tetap diproyeksikan masih akan tetap positif walau ada potensi fluktuasi harga.

Direktur Panin Asset Management Rudiyanto mengatakan, BI memang dalam posisi yang tidak perlu terburu-buru untuk menaikkan suku bunga acuan seiring dengan inflasi yang rendah dan sangat terkendali. Apalagi, saat ini diperlukan kebijakan yang lebih longgar untuk memacu pemulihan ekonomi dalam negeri.

Menurut dia, tekanan untuk menaikkan bunga hampir sepenuhnya dari eksternal, yakni ketika ada tanda-tanda Amerika Serikat akan menaikkan suku bunga acuan. Saat ini, fokus pasar adalah seperti apa pengumuman dan teknis pelaksanaan tapering.


Baca Juga: Revisi perkiraan inflasi 2021, BI: Di bawah titik tengah kisaran sasaran

Tapering inilah yang akan berpeluang memberi pengaruh terhadap kinerja reksadana pendapatan tetap karena akan membuat harga berfluktuasi dalam waktu dekat,” kata Rudiyanto kepada Kontan.co.id, Selasa (19/10).

Walau begitu, Rudiyanto meyakini untuk akhir tahun ini, yield wajar surat berharga negara (SBN) acuan 10 tahun akan berada di kisaran 6%-6,3%. Adapun, per 19 Oktober, yield SBN 10 tahun berada di level 6,15%. Jadi, meski terjadi fluktuasi harga akibat sentimen tapering, yield pada akhir 2021 tidak akan di luar rentang tersebut.

Rudiyanto menambahkan, return reksadana pendapatan tetap hingga year to date (15 Oktober) sekitar 1,8%. Sehingga, kemungkinan sampai akhir tahun bisa mencapai sekitar 3% untuk full year karena adanya kontribusi kupon. 

Baca Juga: IHSG Melemah di Akhir Perdagangan, Mengapa?

Sementara untuk tahun depan, Rudiyanto menyebut pasar obligasi akan jauh lebih penuh tantangan. Hal ini tidak terlepas dari potensi angka inflasi yang lebih tinggi serta adanya kemungkinan kenaikan suku bunga acuan pada paruh kedua tahun depan. 

“Namun gejolaknya akan lebih banyak di semester kedua 2022 dibandingkan semester pertama 2021 dengan asumsi tidak ada perubahan yang signifikan seperti kenaikan bunga dipercepat atau nominal tapering yang lebih besar,” imbuh dia.

Dengan kondisi tersebut, Rudiyanto bilang bahwa pengaturan portofolio untuk reksadana pendapatan tetap milik Panin AM secara umum masih memanfaatkan kombinasi antara obligasi korporasi dan obligasi pemerintah jangka pendek yang risiko fluktuasi harganya relatif rendah. Namun, ketika terjadi koreksi harga obligasi pemerintah, pihaknya akan memanfaatkan momentum tersebut untuk membeli obligasi pemerintah yang jangka panjang. 

Baca Juga: Jelang akhir tahun, investor sebaiknya mulai atur kembali strategi investasi

Rudiyanto juga merekomendasikan para investor untuk memilih reksadana pendapatan tetap yang ada punya porsi obligasi korporasi atau membagikan imbal hasil tetap setiap bulan jika ingin berinvestasi saat ini. 

“Atau bisa juga membeli reksadana pendapatan tetap yang bobot obligasi pemerintah lebih besar ketika ada koreksi besar di obligasi pemerintah di mana yieldnya mendekati batas atas dari perkiraan wajar tadi,” pungkas dia.

Baca Juga: Beda Usia, Beda Pula Portofolio Investasinya

Baca Juga: Beli Reksadana BNP Paribas di BCA Dapat Cashback Rp 500.000

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati