BI: Properti belum berpotensi bubble



JAKARTA. Tingginya pertumbuhan properti di Indonesia, ternyata dianggap belum berpotensi bubble oleh pihak regulator. Bank Indonesia (BI) beranggapan, ini dikarenakan masih tingginya juga kebutuhan perumahan di Indonesia.

"Kebutuhan properti bisa 13 sampai 15 juta. Sedangkan suplai per tahunnya cuma 1 sampai 1,5 juta," ucap Direktur Eksekutif Departemen Hubungan Masyarakat BI, Difi Johansyah, Jumat, (26/4).

Padahal, BI memang mencatat tingginya permintaan properti. Pada posisi Februari 2013, pertumbuhan Kredit Perumahan Rakyat (KPR) untuk tipe rumah di atas 70 meter persegi tercatat naik 42,8%. Ini malah melambat sedikit dibandingkan posisi akhir 2012 yakni 47%. "Sudah turun tapi masih relatif tinggi," sebut Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo.


Ia menjelaskan, terdapat beberapa variasi pertumbuhan properti pada beberapa daerah. Misalnya, pertumbuhan di Jakarta yaitu 31%, Banten 66%, Bali 64%, Sulawesi Selatan 53%, Sumatera Selatan 70%, lalu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, dan Kalimantan Timur antara 42-44%.

Bahkan, berdasarkan survei Emerging Trends in Real Estate @Asia Pacific 2013 yang dilakukan oleh Urban Land Institute, New York, menyatakan bahwa Jakarta adalah kota yang paling diminati sebagai lokasi investasi properti yang paling menarik di Asia Pasifik. Pada investasi perkantoran, retail, dan apartemen, Indonesia menempati posisi pertama. Sementara untuk lahan industri, Jakarta berada di posisi kedua setelah China.

Indonesia memiliki nilai properti hampir US$ 189 miliar. Ini menempati peringkat ketujuh terhadap kontribusi nilai properti dunia, mendekati Brazil, Rusia, India, China, dan lain-lain.

Melihat tingginya minat investasi terhadap properti tersebut, Perry mengatakan bahwa BI akan terus memantau perkembangan harga properti dan perkembangan kredit di Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Djumyati P.