BI proyeksikan CAD di kuartal II-2019 bakal kembali melebar



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Bank Indonesia (BI) memperkirakan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) Indonesia akan kembali naik pada kuartal kedua tahun ini. Perkiraan ini menjadi salah satu pertimbangan BI menahan suku bunga acuan pada level 6% di Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI periode Juni.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, ketegangan hubungan dagang Amerika Serikat (AS) dan China maupun negara lainnya makin nyata menurunkan volume perdagangan dunia dan memperlambat pertumbuhan ekonomi di sejumlah negara. Akibatnya, kinerja ekspor Indonesia ikut tertekan.

“Eskalasi ketegangan hubungan dagang telah berdampak pada penurunan kinerja ekspor Indonesia akibat terbatasnya permintaan dunia dan turunnya harga komoditas,” tutur Perry, Kamis (20/6).


Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), kinerja ekspor kian melambat turun 13,1% secara tahunan (yoy) pada April lalu. Begitu pun dengan impor, yang meski tak sedalam ekspor, juga turun 6,68% yoy.

Selain akibat masih tertekannya kinerja ekspor barang dan jasa, BI memperkirakan pelebaran CAD sejalan dengan kebutuhan repatriasi dividen dan pembayaran bunga utang luar negeri (ULN). Peningkatan ini, terjadi sesuai pola musiman kuartal kedua di setiap tahunnya.

Kendati begitu, Perry menyatakan optimistis surplus di sisi transaksi modal dan finansial berpotensi lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya.

“Berlanjutnya aliran modal asing dalam bentuk PMA dan investasi portofolio mendukung surplus transaksi modal dan finansial, sejalan dengan prospek perekonomian nasional yang baik dan daya tarik investasi aset keuangan domestik yang tinggi,” terang dia.

Dalam catatan BI, terdapat aliran dana asing yang cukup positif sepanjang tahun ini. Secara year-to-date (ytd), aliran modal pada pasar surat berharga negara (SBN) mencapai Rp 69,1 triliun, sedangkan aliran modal pada pasar saham sebesar Rp 57,5 triliun.

Adapun, posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Mei lalu tercatat sebesar US$ 120,3 miliar atau setara dengan pembiayaan 6,9 bulan impor atau 6,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.

Oleh karena itu, BI tetap meyakini, ke depan defisit transaksi berjalan 2019 akan tetap lebih rendah dari tahun 2018, yaitu dalam kisaran 2,5%–3,0% terhadap PDB.

Ekonom Samuel Sekuritas Ahmad Mikail memandang, penurunan cadangan devisa pada Mei lalu tak hanya disebabkan oleh kewajiban pembayaran utang oleh pemerintah. “Tetapi juga disebabkan defisit neraca perdagangan yang masih akan berlanjut di bulan Mei,” ujarnya.

Mikail memprediksi, kemungkinan defisit neraca perdagangan Mei sebesar US$ 1,8 miliar hingga US$ 2 miliar. Defisit perdagangan semakin dalam lantaran besarnya kebutuhan impor barang konsumsi untuk kebutuhan Ramadan dan Idul Fitri.

Selain keputusan The Fed yang menahan suku bunga acuannya pada bulan ini, Mikail meyakini prospek defisit neraca dagang yang defisit juga menjadi salah satu alasan BI menahan suku bunga acuan pada level 6% di bulan ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli