JAKARTA. Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) menilai Bank Indonesia (BI) memiliki tujuan lain dengan kebijakan barunya. Dua pekan lagi, BI akan menerbitkan kebijakan baru mengenai harmonisasi Giro Wajib Minimum (GWM) dan loan to deposit ratio (LDR). Tujuan aturan tersebut untuk merangsang perbankan menyalurkan kredit dan menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi alias menghimpun dana masyarakat kemudian menyalurkannya kembali ke masyarakat. Menurut Ketua Perbanas Sigit Pramono, jika tujuannya bank menggenjot kredit, seharusnya BI tinggal mengidentifikasi bank mana yang penyaluran kreditnya kurang. "Kemudian BI mengintruksikan agar bank bersangkutan segera menambah kreditnya. Bisa saja menggunakan persentase dan absolut dari masing-masing bank dari satu tahun ke tahun berikutnya. Misal, 2009 tumbuh berapa, terus 2010 tumbuh berapa. Kalau kurang, BI tinggal menyuruh naikkan berapa persen. Jadi, yang dipakai persentase pertumbuhan (kredit) itu saja," kata Sigit kepada KONTAN, Rabu (4/8). LDR, lanjut Sigit, itu digunakan untuk mengukur likuiditas sebuah bank. Jika melihat penyaluran kredit menggunakan LDR, bisa-bisa tujuan mendorong kredit bank malah susah tercapai. "Jadi, menurut saya, belum tentu angka LDR langsung menunjukkan bagaimana ekspansi kredit bank. Sebab, ada bank yang memang susah mengumpulkan DPK meskipun kredit sudah tinggi," tuturnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
BI Punya Tujuan Lain Dengan Kebijakan GWM/LDR
JAKARTA. Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) menilai Bank Indonesia (BI) memiliki tujuan lain dengan kebijakan barunya. Dua pekan lagi, BI akan menerbitkan kebijakan baru mengenai harmonisasi Giro Wajib Minimum (GWM) dan loan to deposit ratio (LDR). Tujuan aturan tersebut untuk merangsang perbankan menyalurkan kredit dan menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi alias menghimpun dana masyarakat kemudian menyalurkannya kembali ke masyarakat. Menurut Ketua Perbanas Sigit Pramono, jika tujuannya bank menggenjot kredit, seharusnya BI tinggal mengidentifikasi bank mana yang penyaluran kreditnya kurang. "Kemudian BI mengintruksikan agar bank bersangkutan segera menambah kreditnya. Bisa saja menggunakan persentase dan absolut dari masing-masing bank dari satu tahun ke tahun berikutnya. Misal, 2009 tumbuh berapa, terus 2010 tumbuh berapa. Kalau kurang, BI tinggal menyuruh naikkan berapa persen. Jadi, yang dipakai persentase pertumbuhan (kredit) itu saja," kata Sigit kepada KONTAN, Rabu (4/8). LDR, lanjut Sigit, itu digunakan untuk mengukur likuiditas sebuah bank. Jika melihat penyaluran kredit menggunakan LDR, bisa-bisa tujuan mendorong kredit bank malah susah tercapai. "Jadi, menurut saya, belum tentu angka LDR langsung menunjukkan bagaimana ekspansi kredit bank. Sebab, ada bank yang memang susah mengumpulkan DPK meskipun kredit sudah tinggi," tuturnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News