KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) dalam pemilu 2024 diperkirakan bakal menghantam arus perdagangan global. Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Wajiyo menyampaikan, melihat ke belakang pada masa Trump menjabat, strategi ekonomi AS akan lebih berorientasi domestik (
inward looking policy). Trump akan memberikan tarif perdagangan yang tinggi khususnya kepada negara-negara yang mengalami surplus besar terhadap AS. Seperti China, Uni Eropa, Meksiko, dan sejumlah negara yang lain, termasuk Vietnam.
Ia bahkan membeberkan, kebijakan tarif perdagangan yang tinggi, kemungkinan mulai akan diterapkan pada semester II 2025.
Baca Juga: BI Rate 6,25% per Agustus, CTRA: Tak Langsung Mengerek Penjualan Rumah di Semester II Hasil analisisnya, Perry mencontohkan, tarif perdagangan tersebut akan diterapkan kepada Uni Eropa, tarif 25% untuk besi, alumunium, kendaraan bermotor. Kemudian, dengan China dikenakan tarif 25% untuk mesin elektronik dan chemical. Meski begitu, Perry menyebut tarif yang akan diterapkan akan bergerak dinamis, sehingga BI akan terus memantau perkembangan kebijakan tersebut. Adapun BI juga turut menyoroti kebijakan yang imigrasi maupun geopolitik. Pun dengan kebijakan ekonomi dalam negeri, Trump diperkirakan akan memberikan tax cut atau pemotongan pajak.
Tax cut ini diperkirakan akan diberikan kepada individu sebesar 3%, dan korporasi diperkirakan akan dikenakan sebesar 21%, untuk mendorong perekonomian domestik AS. Lebih lanjut, BI mencatat, dengan adanya kebijakan tarif perdagangan yang diterapkan oleh AS atau disebut fragmentasi perdagangan, kemudian akan menyebabkan perlambatan ekonomi utamanya di negara-negara yang paling terdampak yakni China, Eropa, dan juga Inggris.
Baca Juga: Perkuat Pasar Keuangan, BI Bakal Implementasikan CCP pada Semester II-2024 “Ekonomi China yang selama ini melambat, kemungkinan akan melambat, Uni Eropa yang sedang naik, kemungkinan tidak jadi naik. Ini menyebabkan (perlambatan) ekonomi dunia akan naik,” ungkapnya. Perry membeberkan, semula BI meramal pertumbuhan ekonomi global akan mencapai 3,2% pada tahun 2025. Akan tetapi, karena adanya kondisi tersebut, pertumbuhan ekonomi global diramal melemah jadi 3,1%. Meski kebijakan Trump akan mendorong pertumbuhan ekonomi AS menjadi baik, tetapi Perry memperkirakan inflasi AS justru akan turun lebih lambat. “Sekarang inflasi AS 2,7% dan mengarah ke sasaran inflasi jangka menengah 2%. Ini juga menyebabkan penurunan Federal Funds Rate (FFR) lebih terbatas,” jelasnya.
Baca Juga: Pertahankan Suku Bunga Di Level 6%, Bos BI Beberkan Alasannya Semula BI memperkirakan FFR akan turun sebesar 75 hingga 100 bps atau 3 hingga 4 kali pada tahun depan, namun diperkirakan hanya turun sebesar 50 bps selama 2 kali saja. Pun dengan Desember 2024 mendatang The Fed diperkirakan hanya akan pangkas suku bunga 25 bps saja. Meski begitu, BI belum membeberkan secara khusus dampak kebijakan ekonomi AS terhadap perekonomian dalam negeri.
“BI terus memantau dan mencermati melakukan asesmen atas proses politik di AS, terutama hasil pemilu yang Trump terpilih kembali. Asesmen ini dinamis, kami juga menakar dampaknya ke RI,” tandansya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli