JAKARTA. Tren penurunan harga memang sudah berhenti. Dan hantu inflasi mulai bergentayangan lagi. Tapi, para analis dan ekonom di pasar keuangan tetap yakin Bank Indonesia (BI) akan memangkas lagi BI Rate dalam Rapat Dewan Gubernur yang berlangsung Rabu (4/3). Perkiraan itu muncul karena mereka melihat laju inflasi tahunan. Per akhir Februari 2009 inflasi tahunan turun menjadi 8,6%, dari 9,17% per akhir Januari. Situasi ini membuat analis yakin BI Rate bulan ini akan turun antara 25 basis poin atau 0,25% hingga 0,5%. "BI Rate bisa bergerak ke kisaran 7,75%-8%," ujar Mirza Adityaswara, Direktur Mandiri Sekuritas, kemarin. Sedangkan Kepala Riset Ekonomi BII Juniman dan Ekonom Standard Chartered Bank Eric A. Sugandi punya perhitungan yang lebih konservatif. Kedua ekonom itu menduga, BI hanya akan memangkas BI Rate 0,25%. "BI bisa memberikan stimulus untuk pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan BI Rate," kata Eric. Jika BI jadi memangkas BI Rate, besar kemungkinan Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) juga menurunkan bunga wajar untuk simpanan. "Tapi setelah bunga penjaminan turun, tantangannya adalah bagaimana bank-bank menurunkan bunganya juga," ujar Arwin Rasyid, Direktur Utama Bank CIMB Niaga. Sejumlah bankir memang mengharapkan terjadinya penurunan bunga acuan. "BI Rate yang tinggi tak menguntungkan karena non-performing loan atau kredit bermasalah berisiko naik," ujar Iqbal Latanro, Direktur Utama Bank Tabungan Negara (BTN). Tapi, para bankir juga beralasan penurunan bunga kredit di perbankan tidak semudah membalikkan telapak tangan. "Bunga kredit tak otomatis merosot jika BI Rate turun. Bunga kredit lebih tergantung pada kondisi likuiditas dan biaya dana bank masing-masing," kilah Arwin. Masalahnya, likuiditas perbankan kita saat ini masih seret karena Pasar Uang Antarbank (PUAB) mengalami segmentasi. Perbankan masih tak percaya dengan sesamanya dan memilih mengamankan likuiditas masing-masing. Bank yang kelebihan likuiditas enggan memberikan pinjaman jangka pendek ke bank yang membutuhkan dana. Oleh karena itu, bank-bank dengan likuiditas ketat terpaksa mematok bunga tinggi untuk tabungan dan deposito. Jadi, jangan berharap, bunga kredit pun akan menciut dalam tempo segera setelah penurunan BI Rate. Dengan asumsi seperti itu, beberapa bankir menilai penurunan BI Rate percuma saja karena tak akan ada imbasnya ke bunga perbankan.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
BI Rate Berpotensi Terpangkas Kembali
JAKARTA. Tren penurunan harga memang sudah berhenti. Dan hantu inflasi mulai bergentayangan lagi. Tapi, para analis dan ekonom di pasar keuangan tetap yakin Bank Indonesia (BI) akan memangkas lagi BI Rate dalam Rapat Dewan Gubernur yang berlangsung Rabu (4/3). Perkiraan itu muncul karena mereka melihat laju inflasi tahunan. Per akhir Februari 2009 inflasi tahunan turun menjadi 8,6%, dari 9,17% per akhir Januari. Situasi ini membuat analis yakin BI Rate bulan ini akan turun antara 25 basis poin atau 0,25% hingga 0,5%. "BI Rate bisa bergerak ke kisaran 7,75%-8%," ujar Mirza Adityaswara, Direktur Mandiri Sekuritas, kemarin. Sedangkan Kepala Riset Ekonomi BII Juniman dan Ekonom Standard Chartered Bank Eric A. Sugandi punya perhitungan yang lebih konservatif. Kedua ekonom itu menduga, BI hanya akan memangkas BI Rate 0,25%. "BI bisa memberikan stimulus untuk pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan BI Rate," kata Eric. Jika BI jadi memangkas BI Rate, besar kemungkinan Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) juga menurunkan bunga wajar untuk simpanan. "Tapi setelah bunga penjaminan turun, tantangannya adalah bagaimana bank-bank menurunkan bunganya juga," ujar Arwin Rasyid, Direktur Utama Bank CIMB Niaga. Sejumlah bankir memang mengharapkan terjadinya penurunan bunga acuan. "BI Rate yang tinggi tak menguntungkan karena non-performing loan atau kredit bermasalah berisiko naik," ujar Iqbal Latanro, Direktur Utama Bank Tabungan Negara (BTN). Tapi, para bankir juga beralasan penurunan bunga kredit di perbankan tidak semudah membalikkan telapak tangan. "Bunga kredit tak otomatis merosot jika BI Rate turun. Bunga kredit lebih tergantung pada kondisi likuiditas dan biaya dana bank masing-masing," kilah Arwin. Masalahnya, likuiditas perbankan kita saat ini masih seret karena Pasar Uang Antarbank (PUAB) mengalami segmentasi. Perbankan masih tak percaya dengan sesamanya dan memilih mengamankan likuiditas masing-masing. Bank yang kelebihan likuiditas enggan memberikan pinjaman jangka pendek ke bank yang membutuhkan dana. Oleh karena itu, bank-bank dengan likuiditas ketat terpaksa mematok bunga tinggi untuk tabungan dan deposito. Jadi, jangan berharap, bunga kredit pun akan menciut dalam tempo segera setelah penurunan BI Rate. Dengan asumsi seperti itu, beberapa bankir menilai penurunan BI Rate percuma saja karena tak akan ada imbasnya ke bunga perbankan.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News