BI rate bertahan di 7,5% demi jaga rupiah



JAKARTA. Meski inflasi terkendali dan cenderung melemah, Bank Indonesia (BI) memilih mempertahankan kebijakan moneter ketat. Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI kemarin (17/3) memutuskan: suku bunga acuan alias BI rate tetap di posisi 7,5%, Deposit Facility sebesar 5,5%, dan Lending Facility 8%. Kebijakan tersebut demi menjaga nilai tukar rupiah supaya tidak semakin tertekan.

Padahal, setelah menurunkan BI rate sebesar 0,25% menjadi 7,5% bulan lalu, bank sentral sejatinya punya ruang untuk menyeret turun suku bungannya lagi. Soalnya, deflasi kembali terjadi pada Februari lalu sebesar 0,36%, setelah Januari mengalami deflasi 0,24%. Di Maret ini pun berpeluang terjadi deflasi lantaran ada panen raya padi.

Tapi, BI merasa masih perlu mempertahankan kebijakan moneter ketat demi stabilitas perekonomian nasional. BI ingin menjaga defisit neraca transaksi berjalan mengarah ke level yang sehat, 2,5%–3% terhadap produk domestik bruto.


Akhir 2014, posisi defisit transaksi berjalan 2,95%, tapi di 2015 berpotensi tembus di atas 3% akibat maraknya proyek infrastruktur. "Kebijakan moneter ketat akan menjaga agar defisit transaksi berjalan semakin membaik pada kuartal pertama tahun ini," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara.

Posisi BI rate yang tak berubah juga untuk mengamankan kurs rupiah yang belakangan tertekan terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Jika BI rate turun, investor asing kurang tertarik untuk masuk ke Indonesia, sehingga mengancam likuiditas valuta asing di pasar domestik.

Sejauh ini, dengan kebijakan moneter ketat, aliran portofolio asing ke pasar keuangan Indonesia telah mencapai US$ 4,3 miliar hingga Februari 2015. Cadangan devisa Indonesia pada akhir Februari pun meningkat menjadi US$ 115,35 miliar, dari Januari US$ 114,25 miliar. "Bertahannya BI rate memungkinan aliran masuk modal asing tetap kuat, meskipun perekonomian global masih diselimuti ketidakpastian," ujar Tirta.

Menurut Dian Ayu Yustina, ekonom Bank Danamon, kebijakan BI adalah pilihan aman dalam kondisi menunggu putusan bank sentral AS Federal Reserve mengerek suku bunga, BI memang harus hati-hati mengambil kebijakan moneter. Dian bilang, mempertahankan BI rate agar tak mengganggu aliran modal asing masuk, kebijakan ini juga untuk memberi kepercayaan pelaku pasar. Jika BI labil, kepercayaan pasar akan turun, sehingga nilai tukar rupiah bisa makin tergerus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie