BI rate naik, kinerja reksadana saham masih sulit bangkit



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pergerakan pasar saham juga banyak dipengaruhi kondisi nilai tukar rupiah. Depresiasi rupiah yang terjadi belakangan ini turut menyeret kinerja pasar saham dan reksadana berbasis saham.

Meski suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) 7 Days Reverse Repo Rate naik sebesar 25 basis poin menjadi 4,50% dan diharapkan bisa mengangkat nilai tukar rupiah di hadapan dollar AS, namun peningkatan kebutuhan dollar AS untuk membayar dividen dan utang, masih akan memberatkan kinerja pasar saham dan reksadana saham.

Direktur PT Panin Asset Management Rudiyanto mengatakan, kenaikan suku bunga BI tidak memberi dampak langsung pada kinerja pasar saham maupun reksadana saham. Namun, kenaikan suku bunga memang ditunggu-tunggu pelaku pasar agar bisa menstabilkan nilai tukar rupiah yang terkena sentimen kenaikan suku bunga AS yang lebih agresif.


Menurut Rudiyanto, sentimen negatif dari agresifnya kenaikan suku bunga AS mungkin bisa diredam dengan kenaikan BI rate. Tetapi penguatan rupiah masih akan berat karena hingga Juni 2018, kebutuhan dollar AS masih akan cukup tinggi pada musim pembayaran dividen dan utang saat ini.

Masih beratnya nilai tukar rupiah untuk menguat juga memicu bursa saham masih akan bergerak fluktuatif. Rudiyanto memproyeksikan kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan reksadana saham akan lebih stabil di semester II-2018, ketika musim permintaan dollar AS berakhir.

Head of Investment Avrist Asset Management, Farash Farich juga memperkirakan, kinerja reksadana saham masih menghadapi banyak tantangan. Terutama dari eksternal, seperti kenaikan yield US Treasury, kenaikan suku bunga AS yang lebih agresif, serta pelemahan rupiah.

"Kinerja emiten relatif membaik di kuartal I-2018, earning per share (EPS) tumbuh sekitar 11%, valuasi sekarang lebih atraktif, tetapi ada rebalancing MSCI global sehingga bobot saham-saham di Indonesia turun di sana," kata Farash, Kamis (17/5).

Apalagi, Farash memproyeksikan kenaikan suku bunga BI bakal berdampak negatif ke sektor perbankan, karena dianggap akan menyebabkan net interest margin (NIM) tertekan.

Farash menyarankan, koreksi pasar dapat dimanfaatkan investor berdurasi jangka panjang untuk masuk ke reksadana berbasis indeks LQ45 atau IDX30 secara bertahap. Maklum, saat ini valuasi saham cenderung murah.

Namun, bagi investor yang jangka waktu investasinya pendek, sebaiknya memilih reksadana pasar uang atau reksadana pendapatan tetap berbasis obligasi korporasi yang membagikan dividen secara reguler.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini