JAKARTA. Kenaikan suku bunga acuan tau BI rate sebesar 0,25 bps menjadi 6,75% menurut Head of Fixed Income First State Indonesia Eli Djurfanto merupakan daya tarik tersendiri bagi reksadana pasar uang.“Imbal hasil dari obligasi baru yang dikeluarkan akan ikut naik dan ikut menaikkan yield reksadana pasar uang juga. Dan sejauh ini yield di Indonesia masih leih menarik dibandingkan di luar. Faktor ini bisa jadi pemicu inflow ke Indonesia,” kata Eli, Senin, (7/2).Eli tak menyebut berapa potensi kenaikan yield maupun return reksadana pasar uang tahun ini. Namun, ia optimistis return reksadana pasar uang masih bisa di atas suku bunga deposito. Paling tidak, hitung-hitungan Eli, angkanya bisa di atas 6,4%.Sales and Marketing Director First State Investment Putut Endro Andanawarih menambahkan, selain tekanan inflasi dan kenaikan suku bunga oleh Bank Indonesia, ada beberapa hal yang membuat reksadana pasar uang bisa menjadi pilihan investasi yang aman.“Imbal hasil dari instrumen pasar uang akan naik. Investasi di instrumen bertenor pendek ini cocok pada saat kondisi suku bunga yang meningkat,” ujar Putut.Putut mengungkapkan, dengan tekanan inflasi yang terus meningkat akibat pertumbuhan permintaan, kenaikan harga komoditas, dan pengurangan subsidi pemerintah, kemungkinan Bank Indonesia akan menaikkan suku bunga ke level 7%-7,5% di tahun 2011.“Kenaikan BI rate tentu akan diikuti kenaikan suku bunga deposito berjangka dan kenaikan imbal hasil instrumen pasar uang lainnya,” kata Putut.Putut mengungkapkan, strategi First State Investment di tengah tren kenaikan suku bunga BI adalah memperbesar investasi di obligasi korporasi bertenor kurang dari satu tahun. Dengan memperbesar investasi di obligasi, maka tarif pajaknya lebih rendah yaitu 5%.Kendati cukup menjanjikan, namun tak berarti First State akan fokus pada reksadana pasar uang semata. “Kuncinya portofolio. Memang ada tren kenaikan suku bunga sehingga proporsi di money market bisa lebih besar daripada di equity. Namun, semuanya tetap akan melihat kondisi pasar dan kebutuhan investor,” papar Presiden Direktur FSI Indonesia Hario Soeprobo.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
BI rate naik, reksadana pasar uang kian menarik
JAKARTA. Kenaikan suku bunga acuan tau BI rate sebesar 0,25 bps menjadi 6,75% menurut Head of Fixed Income First State Indonesia Eli Djurfanto merupakan daya tarik tersendiri bagi reksadana pasar uang.“Imbal hasil dari obligasi baru yang dikeluarkan akan ikut naik dan ikut menaikkan yield reksadana pasar uang juga. Dan sejauh ini yield di Indonesia masih leih menarik dibandingkan di luar. Faktor ini bisa jadi pemicu inflow ke Indonesia,” kata Eli, Senin, (7/2).Eli tak menyebut berapa potensi kenaikan yield maupun return reksadana pasar uang tahun ini. Namun, ia optimistis return reksadana pasar uang masih bisa di atas suku bunga deposito. Paling tidak, hitung-hitungan Eli, angkanya bisa di atas 6,4%.Sales and Marketing Director First State Investment Putut Endro Andanawarih menambahkan, selain tekanan inflasi dan kenaikan suku bunga oleh Bank Indonesia, ada beberapa hal yang membuat reksadana pasar uang bisa menjadi pilihan investasi yang aman.“Imbal hasil dari instrumen pasar uang akan naik. Investasi di instrumen bertenor pendek ini cocok pada saat kondisi suku bunga yang meningkat,” ujar Putut.Putut mengungkapkan, dengan tekanan inflasi yang terus meningkat akibat pertumbuhan permintaan, kenaikan harga komoditas, dan pengurangan subsidi pemerintah, kemungkinan Bank Indonesia akan menaikkan suku bunga ke level 7%-7,5% di tahun 2011.“Kenaikan BI rate tentu akan diikuti kenaikan suku bunga deposito berjangka dan kenaikan imbal hasil instrumen pasar uang lainnya,” kata Putut.Putut mengungkapkan, strategi First State Investment di tengah tren kenaikan suku bunga BI adalah memperbesar investasi di obligasi korporasi bertenor kurang dari satu tahun. Dengan memperbesar investasi di obligasi, maka tarif pajaknya lebih rendah yaitu 5%.Kendati cukup menjanjikan, namun tak berarti First State akan fokus pada reksadana pasar uang semata. “Kuncinya portofolio. Memang ada tren kenaikan suku bunga sehingga proporsi di money market bisa lebih besar daripada di equity. Namun, semuanya tetap akan melihat kondisi pasar dan kebutuhan investor,” papar Presiden Direktur FSI Indonesia Hario Soeprobo.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News